Apa Itu Angka Kemiskinan? Ini Pengertian hingga Indikator Menurut BPS dan Bank Dunia

Rabu, 11 Juni 2025 | 12:37 WIB   Penulis: Bimo Kresnomurti
Apa Itu Angka Kemiskinan? Ini Pengertian hingga Indikator Menurut BPS dan Bank Dunia

ILUSTRASI. Warga beraktivitas di sungai yang tercemar di Tangerang, Banten, Selasa (26/3/2024). Untuk mempercepat pencapaian target angka kemiskinan mendekati 7,5% dan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024, Wakil Presiden Ma’ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan menginstruksikan kementerian dan lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas implementasi berbagai program dan penggunaan anggaran penanggulangan kemiskinan. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/26/03/2024


CARI TAHU - Simak apa itu angka kemiskinan, pengertian, hingga pengukuran versi BPS dan Bank Dunia.  Angka kemiskinan menjadi ukuran statistik yang menunjukkan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dalam suatu wilayah dan periode tertentu.

Dalam konteks Indonesia, angka ini menjadi indikator penting dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan program pembangunan.

Selain itu, pemerintah juga memiliki program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah.

Baca Juga: Pemerintah akan Merevisi Batas Garis Kemiskinan Indonesia, Ini Bocorannya

Latar Belakang Pengukuran Angka Kemiskinan

Angka kemiskinan di Banten menurun

Berikut latar belakang mengapa pengukuran angka kemiskinan sangat diperlukan, khususnya dalam konteks Indonesia:

1. Sebagai dasar kebijakan sosial dan ekonomi

Pemerintah membutuhkan data kemiskinan untuk merancang kebijakan bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan pangan non-tunai, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta program perlindungan sosial lainnya. Tanpa data ini, alokasi anggaran bisa tidak tepat sasaran.

2. Untuk mengukur efektivitas program pembangunan

Penurunan angka kemiskinan menunjukkan keberhasilan pembangunan ekonomi dan sosial yang dijalankan pemerintah. Sebaliknya, stagnasi atau kenaikan angka kemiskinan menjadi sinyal bahwa ada masalah dalam pelaksanaan program atau bahwa krisis sedang terjadi.

Baca Juga: Memaknai Angka Kemiskinan Bank Dunia

3. Mendorong keadilan sosial

Dengan mengetahui daerah dan kelompok yang paling terdampak kemiskinan, negara dapat memastikan distribusi sumber daya yang lebih adil dan merata. Ini penting dalam konteks Indonesia yang sangat beragam dan memiliki ketimpangan antardaerah yang tinggi.

4. Membantu pemantauan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan

Angka kemiskinan memberikan alat ukur yang konsisten untuk memantau kemajuan dari waktu ke waktu. Apakah upaya yang dilakukan berhasil memperbaiki taraf hidup masyarakat atau tidak dapat dilihat dari tren data kemiskinan.

5. Menjadi acuan lembaga internasional dan investor

Data kemiskinan juga menjadi perhatian dunia internasional. Bank Dunia, IMF, dan lembaga donor menggunakan indikator ini untuk menilai kebutuhan bantuan atau investasi. Bagi investor, angka kemiskinan mencerminkan daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi suatu negara.

Angka kemiskinan tidak hanya menggambarkan jumlah orang miskin secara kuantitatif, tetapi juga mencerminkan ketimpangan akses terhadap kebutuhan dasar, seperti pangan, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal yang layak, dan layanan dasar lainnya.

Baca Juga: Cadangan Devisa Indonesia Stabil di Angka US$ 152,5 Miliar pada Mei 2025

Apa itu Angka Kemiskinan Menurut Bank Dunia dan BPS?

Perbedaan angka kemiskinan yang dirilis oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) kerap menimbulkan pertanyaan di masyarakat karena tampak sangat jauh.

Misalnya, Bank Dunia menyebut bahwa pada 2024 lebih dari 60,3% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan versi global.

Sementara, BPS melaporkan angka kemiskinan nasional hanya 8,57%. Meskipun terlihat kontras, perbedaan ini tidak bertentangan, melainkan mencerminkan perbedaan tujuan pengukuran, pendekatan metodologis, dan standar garis kemiskinan yang digunakan masing-masing lembaga.

1. Indikator dari Bank Dunia

Bank Dunia memiliki 3 pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara.

Pertama, international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem (US$ 2,15 per kapita per hari), US$3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan US$ 6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).

Baca Juga: 6 Negara Eropa Paling Aman Dikunjungi Wisatawan, Angka Kriminalitas Rendah

2. Indikator dari BPS

BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam Garis Kemiskinan.

Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan.

Komponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari, disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, dan sayur, sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia.

Komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.

Pemahaman yang bijak terhadap konteks dan metode penghitungan sangat penting agar data tersebut tidak disalahartikan.

Berikut ini rangkuman perbandingan Angka Kemiskinan menurut Bank Dunia dan BPS.

Baca Juga: Beda Data Angka PHK dengan Kemenaker, Begini Penjelasan Apindo

Aspek Bank Dunia BPS (Badan Pusat Statistik)
Tujuan Perbandingan global antarnegara Mengukur kondisi riil kemiskinan di Indonesia
Garis Kemiskinan Berdasarkan standar internasional PPP: • US$2,15 (ekstrem) • US$3,65 (lower-middle income) • US$6,85 (upper-middle income) Berdasarkan kebutuhan dasar (Cost of Basic Needs), yaitu pengeluaran minimum untuk makanan dan non-makanan
Nilai Acuan (2024) US$6,85 PPP = Rp5.993,03 → setara dengan sekitar Rp1,23 juta/orang/bulan Rp595.242/orang/bulan (nasional, Sept 2024)
Sumber Data Estimasi berdasarkan median negara UMIC (upper-middle income country) Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2 kali setahun
Basis Pengukuran Per individu Per rumah tangga (karena konsumsi kolektif)
Hasil (2024) 60,3% penduduk miskin (171,8 juta jiwa) 8,57% penduduk miskin (24,06 juta jiwa)
Cakupan Konsumsi Asumsi konsumsi minimum sesuai standar global Konsumsi riil masyarakat Indonesia (beras, tahu, tempe, dll)
Konteks Wilayah Tidak mempertimbangkan wilayah atau harga lokal Spesifik per provinsi, kota/desa, sesuai pola konsumsi lokal
Kelebihan Cocok untuk banding antarnegara Mewakili kondisi sosial ekonomi aktual Indonesia

Itulah informasi menarik terkait apa itu angka kemiskinan yang bisa menjadi gambaran ekonomi suatu negara termasuk Indonesia.

Tonton: Oversupply Produksi Nikel, Bahlil Buka Suara Terkait Peluang Moratorium Izin Tambang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Bimo Kresnomurti

Terbaru