KONTAN.CO.ID - Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Immanuel Ebenezer menjadi sorotan publik. Wamenaker tersebut terseret menjadi target OTT KPK setelah dugaan pemerasaan terkait Sertifikasi K3.
Peristiwa ini membuat istilah OTT kembali ramai dibicarakan, mengingat langkah KPK menjadi penindak terhadap praktik korupsi.
OTT sendiri menjadi langkah penegakan hukum yang dilakukan secara rahasia dan terukur untuk menangkap seseorang saat sedang melakukan tindak pidana korupsi.
Lalu, seperti apa metode hingga aturan mendasar dari OTT KPK? Simak informasi selengkapnya.
Baca Juga: 22 Mobil dan Motor Mewah Disita KPK Saat OTT Wamenaker Noel, Harga Miliaran Rupiah
Istilah OTT KPK
Mengutip penelitian "Operasi Tangkap Tangan di Pusat dan Daerah untuk Meraih WTP Terkait Masalah Pelanggaran Hukum” dari Jurnal Legalitas (2017), Operasi Tangkap Tangan (OTT) merupakan istilah yang digunakan KPK untuk menangkap langsung seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Proses ini dijalankan secara rahasia, sistematis, dan berbasis pada penyelidikan mendalam sehingga hampir tidak ada target yang bisa lepas dari jeratan hukum.
Istilah OTT sendiri pertama kali diatur dalam Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli, yaitu satuan tugas di bawah Presiden yang berwenang melakukan OTT terhadap praktik pungutan liar.
Baca Juga: Mobil & Motor Mewah Di OTT Wamennaker Tak Tercantum Di LHKPN
Dasar Hukum OTT KPK
Berikut ini informasi terkait OTT KPK
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (beserta perubahannya, UU No. 19 Tahun 2019).
- KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), khususnya Pasal 1 angka 19 yang mendefinisikan tertangkap tangan.
- Pasal 16 ayat (1) huruf b UU KPK, yang memberi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
- Pasal 12 UU KPK, yang menyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan terhadap pihak yang diduga melakukan korupsi.
Baca Juga: Mengenal Sertifikasi K3: Aturan Standar, Jenis, dan Pihak yang Wajib Sertifikasi
Metode OTT
KPK umumnya menggunakan dua metode utama: penyadapan dan penjebakan. Namun, kewenangan penyadapan pernah dipersoalkan di Mahkamah Konstitusi karena dinilai bersinggungan dengan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Dalam UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002, proses permulaan terhadap upaya penyadapan tersebut harus atas persetujuan dari Dewan Pengawas.
Kewenangan dalam hal tersebut dilakukan oleh para penyelidik, penyidik, dan penuntut yang merupakan pegawai KPK.
Baca Juga: OTT Wamenaker Noel Membuka Tabir Maraknya Praktik Pemerasan Sertifikat K3
Namun, UU No.30 Tahun 2002 telah mengalami suatu perubahan yang tercantum dalam UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian, MK menegaskan bahwa hak privasi bukanlah hak mutlak yang tidak dapat dibatasi. Oleh karena itu, negara diperbolehkan mengatur pembatasannya melalui undang-undang.
MK kemudian menekankan bahwa penyadapan harus memenuhi sejumlah syarat, antara lain:
- Adanya otoritas resmi dalam UU yang berwenang memberi izin penyadapan (dalam hal ini KPK).
- Penetapan jangka waktu yang jelas.
- Pembatasan penggunaan materi hasil penyadapan.
- Pembatasan pihak yang dapat mengakses data hasil penyadapan.
Baca Juga: KPK Tangkap 14 Orang Dalam OTT Wamenaker Immanuel Ebenezer
Prosedur OTT
Prosedur Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap terduga berikut ini, dirangkum dari penelitian yang sama pada Jurnal Legalitas (2017).
1. Sumber Informasi Awal
OTT biasanya berawal dari:
- Laporan masyarakat: masyarakat melapor ke KPK tentang adanya dugaan suap/gratifikasi.
- Informasi intelijen KPK: KPK melakukan penyelidikan senyap terhadap pihak tertentu.
- Koordinasi dengan aparat lain: kadang KPK mendapat info dari polisi, kejaksaan, atau PPATK (terkait transaksi mencurigakan).
- Laporan hasil audit BPK/BPKP yang menunjukkan adanya penyimpangan.
2. Penyelidikan Awal
KPK akan melakukan penyelidikan diam-diam untuk memastikan apakah ada tindak pidana korupsi. Ini termasuk Pemantauan komunikasi (dengan izin khusus), Pengawasan lapangan, dan Pengumpulan informasi transaksi keuangan.
Baca Juga: Wamenaker Kena OTT, Presiden Bakal Reshuffle Kabinet?
3. Penentuan Target OTT
Bila KPK sudah menemukan indikasi kuat akan terjadi suap atau gratifikasi (misalnya, ada janji uang akan diserahkan pada waktu dan tempat tertentu), KPK akan menyiapkan tim OTT.
4. Pelaksanaan OTT
Ketika transaksi terjadi (misal uang suap diserahkan), KPK langsung melakukan penangkapan terhadap:
- Pemberi suap.
- Penerima suap.
- Pihak lain yang terlibat (misal sopir, ajudan, atau perantara).
Biasanya barang bukti seperti uang, kwitansi, ponsel juga langsung diamankan.
5. Pemeriksaan dan Penetapan Status
Setelah OTT, Para terduga dibawa ke KPK untuk pemeriksaan. KPK punya waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum: Apabila cukup bukti, maka dinaikkan jadi tersangka, atau apabila tidak cukup, maka dilepaskan atau menjadi saksi.
Demikian informasi terkait penjelasan mengenai apa itu OTT KPK, aturan, hingga prosedurnya.
Selanjutnya: Anomali, Panen Meningkat Tapi Terjadi Kelangkaan Beras
Menarik Dibaca: Sukuk Negara Ritel SR023 Mulai Dijual Hari Ini, Kupon Tetap 5,80% dan 5,95%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News