KONTAN.CO.ID - Mengenal profil SPBU Vivo yang tersebar di Jabodetabek dan Bandung. Kehadiran SPBU Vivo di Indonesia sejak 2017 sempat menghebohkan publik karena menawarkan harga bahan bakar yang lebih kompetitif dibandingkan pemain lama.
Melansir dari Kontan.co.id, perbincangan SPBU Swasta yang sedang hangat adalah wacana impor bensin hanya dapat dilakukan melalui Pertamina.
Meski demikian, dukungan induk perusahaan Vitol Group yang merupakan salah satu trader minyak terbesar di dunia, Vivo berusaha mempertahankan posisinya sebagai alternatif penyedia BBM.
Lalu, seperti apa profil Perusahaan Vivo? Cek informasi menarik selengkapnya.
Baca Juga: ESDM Tegaskan Impor BBM Tetap Satu Pintu Lewat Pertamina
Profil Perusahaan Vivo
Melansir dari laman Vitol.com, Bensin Vivo menajdi salah satu merek stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang dimiliki oleh Vitol Group. Ini merupakan perusahaan energi multinasional yang berbasis di Jenewa, Swiss, dan didirikan pada tahun 1966.
Vitol merupakan salah satu trader minyak terbesar di dunia dengan jaringan bisnis global yang mencakup perdagangan minyak mentah, produk energi, logistik, hingga investasi infrastruktur energi.
Vivo sendiri dikembangkan sebagai brand SPBU untuk pasar ritel, terutama di negara berkembang. Dengan konsep layanan modern dan kualitas bahan bakar setara standar internasional, Vivo hadir sebagai alternatif selain merek besar yang sudah ada seperti Shell atau BP di beberapa negara.
Baca Juga: Danantara Harus Transparan, Berkaca Krisis Pertamina 1975 yang Nyaris Bangkrutkan RI
Sejarah dan Latar Belakang
Vivo mulai diperkenalkan di berbagai negara Afrika sejak awal 2010-an melalui Vivo Energy, perusahaan hasil kerja sama antara Vitol, Helios Investment Partners, dan Royal Dutch Shell.
Perusahaan ini mengoperasikan ribuan SPBU di lebih dari 20 negara Afrika dengan lisensi penggunaan merek Shell.
Untuk Indonesia, Vivo hadir dengan membawa pengalaman global Vitol di bidang energi, serta strategi memperluas pasar BBM ritel di kawasan Asia.
Pemimpin Vitol Group
Pemimpin (CEO) saat ini dari Vitol Group adalah Russell Hardy. Ia menjabat sebagai CEO Vitol sejak Maret 2018, menggantikan Ian Taylor.
Sebelum menjadi CEO grup, Russell Hardy memiliki berbagai posisi penting di Vitol, termasuk menjadi CEO wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika (EMEA).
Dia mempunyai pendidikan teknik, yaitu meraih gelar MEng di bidang Teknik Kimia dari Imperial College, London.
Baca Juga: Simak Harga BBM Terbaru Pertamina, Shell, BP & Vivo pada September 2025
Masuk ke Indonesia
Vivo pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2017 melalui anak usahanya PT Vivo Energy Indonesia. Kehadirannya langsung menarik perhatian publik karena menjadi salah satu SPBU swasta asing pertama yang menjual BBM dengan harga lebih terjangkau daripada Pertamina di saat itu, khususnya produk Revvo 89 (RON 89).
SPBU pertama Vivo di Indonesia dibuka di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, pada September 2017. Antusiasme masyarakat cukup tinggi, terlihat dari antrean panjang pengendara yang ingin membeli BBM murah di SPBU Vivo.
Saat ini SPBU Vivo tersebar di wilayah Jabodetabek dan Kota Bandung, Jawa Barat.
Baca Juga: Shell Klarifikasi Kabar SPBU Shell PHK Karyawan
Perkembangan di Indonesia
Setelah mendapat respons positif, Vivo terus menambah jumlah SPBU di berbagai wilayah Jabodetabek, meskipun pertumbuhannya tidak secepat Pertamina atau Shell. Vivo menyediakan beberapa varian bahan bakar seperti:
- Revvo 89 → setara Premium
- Revvo 90 → setara Pertalite
- Revvo 92 → setara Pertamax
- Revvo 95 → setara Pertamax Plus/Shell Super
Perkembangan Vivo sempat terhambat karena kebijakan subsidi dan dominasi Pertamina, namun tetap mampu bertahan dengan mengandalkan jaringan distribusi Vitol dan strategi harga.
Hingga kini, Vivo masih beroperasi di Indonesia dengan jumlah SPBU terbatas, terutama di wilayah Jabodetabek.
Meskipun belum sebesar Pertamina atau Shell, Vivo menjadi salah satu pilihan alternatif BBM bagi konsumen, terutama mereka yang mencari harga kompetitif.
Tonton: Pertamina Berencana Gabungkan Tiga Anak Usahanya di Sektor Hilir, Apa Alasannya?
Selanjutnya: Diskon Tiket Kereta Bandara Soekarno-Hatta September 2025, Potongan Rp 17.000
Menarik Dibaca: Riset OCBC FFI 2025: Generasi Muda yang Punya Dana Darurat Turun Jadi 19%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News