Sejarah Hari Parlemen Indonesia, Peringatan Cikal Bakal DPR RI Setiap 16 Oktober

Rabu, 15 Oktober 2025 | 14:46 WIB
Sejarah Hari Parlemen Indonesia, Peringatan Cikal Bakal DPR RI Setiap 16 Oktober

ILUSTRASI. Suasana kompleks Parlemen Senayan saat hari pelantikan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka., Minggu (20/10). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/20/10/2024


Penulis: Bimo Kresnomurti  | Editor: Bimo Kresnomurti

KONTAN.CO.ID - Mengenal sejarah Hari Parlemen Indonesia yang diperingati setiap 16 Oktober. Hari besar ini sebagai momen peringatan terbentuknya lembaga perwakilan rakyat pertama di Indonesia, yaitu Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 16 Oktober 1945.

Lembaga seperti KNIP berkembang dan kini dikenal sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Lalu, seperti apa sejarah dari Hari Parlemen Indonesia hingga kini? Cek informasi selengkapnya.

Baca Juga: Komisi XI DPR Minta Menkeu Purbaya Fokus Benahi Tata Kelola Pembayaran Subsidi

Sejarah Hari Parlemen Indonesia

Melansir dari DPR.go.id, KNIP dibentuk berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, sebagai lembaga yang berfungsi membantu Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Selain itu, KNIP bertindak sebagai badan legislatif sementara sebelum terbentuknya DPR dan MPR yang definitif.

Pada awalnya, KNIP hanya bersifat penasihat Presiden. Namun melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, fungsi KNIP diperluas.

Sehingga, KNIP memegang kekuasaan legislatif, termasuk menetapkan garis besar kebijakan pemerintahan.

Maklumat inilah yang kemudian dianggap sebagai titik lahirnya parlemen Indonesia, simbol dimulainya sistem pemerintahan yang demokratis, di mana rakyat memiliki wakil dalam pengambilan keputusan negara.

Baca Juga: Dasco Buka Suara Terkait Dana Reses Anggota DPR Naik Jadi Rp 702 Juta

Perkembangan Parlemen Indonesia

1. Masa Demokrasi Liberal (1950–1959)

Setelah berlakunya Konstitusi RIS (1949) dan kemudian UUD Sementara 1950, Indonesia menganut sistem parlementer. DPR pada masa ini memiliki kekuasaan yang sangat kuat, termasuk hak untuk menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya.

Namun, kondisi politik saat itu sangat tidak stabil, terjadi pergantian kabinet hingga tujuh kali dalam sembilan tahun. Situasi ini memicu Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD 1945.

2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959–1966)

Setelah Dekret 1959, DPR yang ada saat itu dibubarkan dan digantikan oleh DPR-GR (Gotong Royong). Anggota-anggotanya diangkat langsung oleh Presiden Soekarno, bukan melalui pemilu.

Pada masa ini, fungsi legislatif DPR praktis melemah karena dominasi kekuasaan presiden. DPR-GR lebih banyak berperan sebagai lembaga pendukung kebijakan pemerintah dalam sistem demokrasi terpimpin yang berpusat pada figur Soekarno.

Baca Juga: DPR Soroti Sekolah Rakyat Menumpang di Balai Kemensos: Perlu Dukungan Infrastruktur

3. Masa Orde Baru (1966–1998)

Pasca kejatuhan Soekarno dan naiknya Soeharto, sistem politik berubah menuju Demokrasi Pancasila.

Pemilu pertama Orde Baru digelar tahun 1971, menghasilkan DPR hasil pemilu (DPR-RI) yang terdiri dari partai politik dan fraksi ABRI. Walaupun ada pemilu rutin setiap lima tahun, DPR pada masa ini cenderung bersifat formalitas, karena fungsi pengawasan terhadap pemerintah sangat terbatas dan semua kebijakan harus sejalan dengan garis besar pemerintah.

4. Masa Reformasi (1998–sekarang)

Setelah kejatuhan Orde Baru, DPR mengalami reformasi besar-besaran. Amandemen UUD 1945 (1999–2002) memperkuat peran DPR sebagai lembaga legislatif sejajar dengan presiden.
Kini DPR memiliki tiga fungsi utama:

  • Fungsi Legislasi, membuat dan membahas undang-undang;
  • Fungsi Anggaran, menetapkan APBN bersama pemerintah;
  • Fungsi Pengawasan, mengawasi pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.

Selain itu, sistem check and balance semakin diperkuat dengan adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai mitra legislatif dalam urusan daerah.

Baca Juga: DPR Pemerintah Tolak Kehadiran Atlet Israel di Kejuaraan Dunia Senam 2025 Jakarta

Makna Hari Parlemen Indonesia

Peringatan Hari Parlemen Indonesia memiliki makna penting dalam sejarah demokrasi nasional, antara lain:

  • Menegaskan peran parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menjadi pilar utama demokrasi Indonesia.
  • Menghormati perjuangan para pendiri bangsa yang memperjuangkan sistem pemerintahan berbasis musyawarah dan keterwakilan.
  • Mengingatkan masyarakat dan anggota parlemen akan tanggung jawab besar dalam menjaga keadilan, transparansi, dan kesejahteraan rakyat.
  • Memperkuat semangat reformasi parlemen, agar selalu berorientasi pada kepentingan publik dan akuntabilitas lembaga legislatif.

Baca Juga: DPR Kebut RUU P2SK, Frasa Pemberhentian Pimpinan OJK, LPS, dan BI Direvisi

Perayaan Hari Parlemen Indonesia

Setiap tahun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) memperingati Hari Parlemen dengan berbagai kegiatan, di antaranya:

  • Upacara peringatan dan refleksi sejarah di Gedung DPR/MPR RI.
  • Seminar dan diskusi publik mengenai perkembangan demokrasi dan fungsi parlemen modern.
  • Pameran sejarah parlemen Indonesia, menampilkan perjalanan dari KNIP hingga lembaga legislatif saat ini.
  • Kegiatan edukatif seperti kunjungan pelajar ke gedung parlemen (Parlemen Remaja) dan lomba bertema demokrasi.
  • Kampanye media sosial untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya peran wakil rakyat.

Demikian informasi mengenai sejarah Hari Parlemen Indonesia yang diperingati setiap 16 Oktober.

Tonton: Asosiasi Tambang Minta Pertimbangkan Penggunaan B50, ESDM: Bukan Masalah Teknis

Selanjutnya: Kapan Maintenance Seven Knights: Rebirth? Ini Jadwal Peluncuran Hero Kyle & Aquila

Menarik Dibaca: 3 Cara Menjaga Kesehatan Jantung Anak, Orang Tua Wajib Tahu!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Terbaru