Sejarah Perang Belanda-Indonesia - Banyak terjadi pertempuran-pertempuran besar saat Indonesia dijajah oleh Belanda, baik pertempuran wilayah maupun yang berskala lebih besar.
Pada masa sebelum Pergerakan Nasional terbentuk, pertempuran melawan penjajah hanya bersifat kedaerahan saja. Contohnya seperti Perang Diponegoro yang terjadi di wilayah Yogyakarta.
Meskipun pertempuran tersebut hanya terjadi di sebagian wilayah saja dan tujuannya tidak bersifat nasional, banyak dari pertempuran tersebut yang berhasil memukul mundur penjajah bahkan masuk dalam pertempuran terbesar selama Belanda menjajah bumi Nusantara.
Merangkum dari situs Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, berikut ini daftar tujuh pertempuran bersejarah rakyat Indonesia melawan penjajah sebelum masa Pergerakan Nasional.
Baca Juga: Ini Perbedaan TOEFL dan IELTS Buat Daftar Beasiswa, Jangan Sampai Salah Ambil Tes
Perang Saparua
Perang melawan penjajah yang pertama terjadi di Pulau Saparua, Maluku, dimana Pattimura memimpin perlawanan rakyat Ambon melawan Belanda.
Penyerbuan ke Benteng Duurstede pada Mei 1817 menandai keteguhan hati Pattimura, yang dibantu oleh Anthony Rhebok, Christina Martha Tiahahu, Philip Latumahina, dan Kapitan Said Printah.
Meski diakhiri dengan penangkapan dan hukuman gantung, perlawanan ini membuktikan keberanian dan tekad rakyat Ambon untuk bebas dari penjajahan.
Perlawanan Pattimura dapat dipatahkan setelah bantuan Belanda dari Batavia datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.
Perang Paderi
Dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, perlawanan kaum Paderi melawan Belanda dimulai dari gerakan untuk memurnikan ajaran Islam di Minangkabau, Sumatera Barat.
Meskipun sempat terjadi perjanjian perdamaian pada 1825, namun pertempuran kembali berkobar hingga kekalahan Paderi pada tahun 1837.
Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan besar melawan Belanda, dipicu oleh penindasan dan campur tangan pemerintah Hindia Belanda di Keraton Yogyakarta.
Perang Diponegoro atau dikenal juga dengan Perang Jawa ini berlangsung selama 5 tahun yakni pada tahun 1825-1830.
Meskipun akhirnya Diponegoro ditangkap dalam perundingan, perlawanan ini mencerminkan keberanian rakyat Jawa.
Bahkan Perang Diponegoro ini merupakan salah satu perang terbesar melawan Belanda yang membuat penjajah kewalahan dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Baca Juga: Mengenal Siklus Air, Jenis-Jenis, Manfaat, dan Proses Terjadinya Siklus Air
Perang Aceh
Perang Aceh terjadi setelah Belanda memperoleh hak atas Aceh melalui traktat London. Rakyat Aceh, dipimpin oleh Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, dengan gagah berani melawan penjajahan Belanda.
Meskipun Belanda menghadapi kesulitan fisik dalam menghadapi perlawanan ini, mereka mengutus Dr. Snouck Hurgronje, yang menggunakan nama samaran Abdul Gafar, untuk memberikan saran tentang cara mengatasi perlawanan rakyat Aceh.
Snouck Hurgronje dengan nama samaran Abdul Gafar, seorang ahli bahasa, sejarah, dan sosial Islam yang telah belajar di Arab, memberikan saran kepada Belanda untuk menggunakan siasat adu domba guna mengalahkan rakyat Aceh.
Dengan siasat adu domba rakyat Aceh dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 Aceh semakin terdesak. Banyak tokoh Aceh yang gugur, termasuk Teuku Umar dalam pertempuran di Meulaboh tahun 1899.
Cut Nyak Dien, tokoh pemimpin perempuan ditangkap tahun 1906 dan diasingkan ke Sumedang. Selain itu, pahlawan perempuan Cut Meutia juga gugur. Walaupun Belanda sudah mengumumkan Perang Aceh berakhir tahun 1904 tetapi perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930 an.
Perang Batak
Peperangan melawan penjajahan juga terjadi di wilayah Tapanuli, Sumatra Utara. Perang ini berlangsung selama periode 29 tahun yang dikenal sebagai Perang Batak.
Perlawanan ini dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Untuk menghadapi perlawanan ini, Belanda menarik pasukannya dari Aceh.
Meskipun penduduk Tapanuli menunjukkan keberanian dalam melawan Belanda, pasukan yang dipimpin oleh Sisingamangaraja XII akhirnya dapat dikalahkan.
Kedua putra Sisingamangaraja pun ikut gugur, sehingga Belanda berhasil menguasai seluruh Tapanuli.
Baca Juga: 3 Macam Kegiatan Ekonomi Masyarakat dan Contoh Masing-Masing Jenis Kegiatan
Perang Banjar
Perang Banjar dimulai ketika Belanda ikut campur dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda mendukung Pangeran Tamjidillah, yang tidak populer di kalangan rakyat. Perlawanan dilancarkan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat.
Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom ditangkap oleh Belanda.
Pasukan Pangeran Antasari terus mengalami tekanan, hingga pada tahun 1862, Pangeran Hidayat menyerah, dan perlawanan Banjar di Pulau Kalimantan berakhir. Perang ini berhasil dipadamkan sepenuhnya pada tahun 1905.
Perang Puputan Jagaraga
Perang Jagaraga di Bali dimulai dari perselisihan antara Belanda dan Kerajaan Buleleng mengenai hak tawan karang yang menyatakan bahwa kapal yang kandas di perairan Bali menjadi hak penguasa setempat.
Ketika dua kapal Belanda disita oleh Raja Buleleng, Belanda menuntut pengembalian, tetapi Raja Buleleng menolak permintaan Belanda tersebut.
Konflik ini memicu serangan Belanda ke Kerajaan Buleleng pada tahun 1846. Setelah berhasil menguasai Buleleng, Raja Buleleng untuk sementara menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.
Setelah merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer pada tahun 1849. Pada tahun 1906, Belanda menyasar dua kerajaan Bali, yaitu Gianyar dan Klungkung.
Seluruh kerajaan di Bali akhirnya jatuh ke tangan Belanda setelah rakyat Bali melakukan perang habis-habisan hingga mati yang dikenal sebagai perang Puputan Jagaraga atau dikenal juga dengan Perang Bali II.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News