Tragedi Semanggi 1 13 November 1998: Kronologi dan Upaya Penyelesaian

Senin, 13 November 2023 | 09:28 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Tragedi Semanggi 1 13 November 1998: Kronologi dan Upaya Penyelesaian


SEJARAH - Tragedi Semanggi 1 merupakan bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada tanggal 11 hingga 13 November 1998 atau terjadi pasca-reformasi. Puncak tragedi Semanggi 1 terjadi pada tanggal 13 November yang mengakibatkan 18 warga sipil tewas. 

Tragedi Semanggi 1 adalah bentuk protes dari para mahasiswa dan kalangan masyarakat yang tidak percaya dengan pemerintahan Presiden BJ Habibie. Penyebab terjadinya tragedi Semanggi 1 adalah masyarakat berdemonstrasi untuk menolak sidang istimewa yang dinilai inkonstitusional.

Dirangkum dari laman Kontras, mereka juga meminta presiden untuk mengatasi krisis ekonomi. Selain itu, masyarakat dan mahasiswa juga menolak DPR/MPR yang dianggap masih merupakan orang-orang dari rezim Orde Baru.

Namun, hingga 25 tahun setelah peristiwa tersebut, upaya penyelesaian tragedi semanggi 1 belum juga menemukan titik terang.

Baca Juga: Aktivis Kontras: Jokowi dan Prabowo sama-sama punya catatan terkait isu HAM  

Kronologi tragedi Semanggi 1


Aksi Memperingati Tragedi Semanggi

Setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Indonesia mengalami masa transisi pemerintahan yang dipimpun oleh Presiden BJ Habibie, yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden. 

Namun, masyarakat dan mahasiswa tidak menginginkan kepemimpinan BJ Habibie dan para anggota DPR/MPR karena dinilai merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah Orde Baru. 

Kemudian, pada November 1998, pemerintah transisi mengadakan Sidang Istimewa MPR untuk membahasa mengenai pemilihan umum (pemilu) dan agenda lainnya. 

Baca Juga: Kontras: Dugaan Kivlan dan Wiranto terlibat pelanggaran HAM berat makin kuat

Mahasiswa dan masyarakat menolak dilaksanakannya sidang MPR pada tahun 1998 dan juga menentang adanaya dwifungsi ABRI. 

Namun, sidang tersebut tetap berjalan kemudian masyarakat dan mahasiswa tidak tinggal diam. Mereka melakukan demo sepanjang dilaksanakan sidang tersebut.

Dirangkum dari laman Himpunan Mahasiswa Sejarah Universitas Diponegoro, demo dilakukan dalam skala besar yang terjadi di Jakarta dan berbagai kota-kota besar di Indonesia.

Peristiwa Semanggi 1 dimulai pada 11 November 1998, di mana mahasiswa dan masyarakat bergabung dan bergerak dari Jalan Salemba.

Baca Juga: Jokowi bertemu aktivis Kamisan di Istana Merdeka

Demo tidak berjalan damai dan berujung terjadinya bentrok antara gabungan mahasiswa-masyarakat dengan Pamswakarsa yang terjadi di kompleks Tugu Proklamasi.

Pada 12 November terjadi demo lanjutan dari hari sebelumnya, mahasiswa dan masyarakat bergerak menuju gedung DPR/MPR dari berbagai arah Semanggi-Slipi-Kuningan. 

Pihak keamanan tidak tinggal diam dan meningkatkan pertahanan sehingga tidak bisa ditembus oleh gerakan mahasiswa dan masyarakat. Bentrokan pun pecah pada malam hari di daerah Slipi. 

Korban dalam bentrokan tersebut kemudian dievakuasi ke Universitas Atma Jaya dan beberapa dilarikan ke rumah sakit.

Baca Juga: Aktivis Kontras: Jokowi dan Prabowo sama-sama punya catatan terkait isu HAM

Berikutnya, pada 13 November mahasiswa dan masyarakat kembali datang ke Semanggi. Kemudian bergabung dengan mahasiswa yang sebelumnya berada di Kampus Atma Jaya.

Aparat sudah berjaga-jaga sejak malam hari dan sudah mengahadang di Jalan Jendral Sudirman. Aparat sudah mempersiapkan rencana yaitu mengepung mahasiswa dan masyarakat dari dua arah sepanjang Jalan Jendral Sudirman. 

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang. Sekitar pukul 15.00 WIB, kendaraan lapis baja mulai bergerak untuk membubarkan massa, membuat masyarakat melarikan diri, lalu dipapar tembakan membabi buta oleh aparat.

Tragedi Semanggi 1 menyebabkan 18 orang meninggal karena tertembak peluru aparat. Lima orang di antaranya adalah mahasiswa, yakni Teddy Mardani, Sigit Prasetya, Engkus Kusnadi, Herus Sudibyo, dan BR Norma Irmawan.

Sedangkan korban luka-luka sebanyak 109 orang, baik masyarakat maupun pelajar.

Baca Juga: Kubu Jokowi dan Prabowo klaim berkomitmen tuntaskan kasus HAM masa lalu

Upaya penyelesaian tragedi Semanggi 1

Upaya penyelesaian Tragedi Semanggi 1

Upaya penyelasaian tragedi Semanggi 1 hingga kini belum menemukan titik terang. Dikutip dari Kompas.com (20/9/2022) pada 2001, Panitia Khusus (Pansus) DPR RI dalam Rapat Badan Musyawarah DPR RI menyatakan peristiwa Semanggi I tidak termasuk pelanggaran HAM berat. 

Pernyataan itu menimbulkan kontroversi dan selama bertahun-tahun, tragedi Semanggi I masih terus dituntut penyelesaiannya. 

Pada 16 Januari 2020, dalam forum Rapat Kerja DPR pada 16 Januari 2020, Jaksa Agung Burhanuddin juga mengatakan peristiwa Semanggi I bukan merupakan pelanggaran HAM berat, sehingga kasus tidak perlu dilanjutkan. 

Berbeda dengan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memastikan peristiwa Semanggi I dan II merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang menjadi fokus untuk diselesaikan pemerintah. 

Baca Juga: Jokowi bertemu aktivis Kamisan di Istana Merdeka

Pernyataan Burhanuddin membuat sejumlah pihak kecewa, hingga keluarga korban, termasuk ibu Wawan, yaitu Maria Katarina Sumarsi, lantas mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

Hingga kini, lebih dari dua dekade sejak Tragedi Semanggi I, upaya penyelesaian kasus masih gelap.

Diduga kasus ini sulit dibongkar dikarenakan adanya keterlibatan orang-orang penting (berkuasa) pada saat itu atau bahkan sampai saat ini sehingga ada banyak kepentingan yang menghalangi penuntasan dari kasus ini.

Demikian penjelasan mengenai tragedi Semanggi 1 dan upaya penyelesaian tragedi Semanggi 1. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Virdita Ratriani

Terbaru