HUKUM - Keadilan restoratif atau restorative justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Penjelasan di atas merupakan pengertian restorative justice berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif Pasal 1 Ayat 1.
Dirangkum dari laman resmi Pengadilan Negeri Sabang, restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi. Namun, apa yang sebenarnya direstorasi?
Baca Juga: Denda Pencemaran Lingkungan 2022 Mencapai Rp 136 Miliar
Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara pihak korban dan pelaku. Pemulihan hubungan ini bisa didasarkan atas kesepakatan bersama antara korban dan pelaku.
Pihak korban dapat menyampaikan mengenai kerugian yang dideritanya dan pelaku pun diberi kesempatan untuk menebusnya, melalui mekanisme ganti rugi, perdamaian, kerja sosial, maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Sehingga, dalam prinsip restorative justice adalah tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Hal ini untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi para pihak korban dan pelaku.
Baca Juga: KLHK Kumpulkan Rp 136,4 Miliar dari Denda dan Ganti Rugi Kerusakan Lingkungan di 2022
Penerapan restorative justice di Indonesia
Proses penegakan hukum dalam penyelesaian perkara tindak pidana melalui pendekatan restorative justice di Indonesia dilakukan Kejaksaan mengacu pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative atau restorative justice adalah berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Selain itu, penerapan restorative justice di Indonesia juga diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca Juga: RUU P2SK Atur Perubahan 17 UU, Bawa Angin Segar Bagi Sektor Keuangan Indonesia
Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan restorative justice di Indonesia diatur dalam Pasal 364, 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), 384 (penipuan ringan oleh penjual), 407 (perusakan ringan), dan 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hukum yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp 2,5 juta.
Selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan restorative justice dapat diterapkan pada perkara pidana tindak pidana anak, tindak pidana lalu lintas, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik serta tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum.
Baca Juga: Batas Waktu Hampir Habis, Kresna Life Bakal Serahkan RPKP di Pekan Ini
Syarat restorative justice
Berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020, syarat restorative justice adalah :
- Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan
- Kerugian di bawah Rp 2,5 juta
- Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
- Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun
- Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban
- Tersangka mengganti kerugian korban
- Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana
Baca Juga: Ada Usulan di RUU P2SK Soal Ganti Rugi bagi Korban Kejahatan Keuangan, Ini Kata DPR
Restorative justice dikecualikan untuk tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Kemudian tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal, tindak pidana narkotika, lingkungan hidup, dan yang dilakukan korporasi.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, persyaratan umum, penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif tersebut meliputi materiil dan formil.
Baca Juga: Korban kejahatan Sektor Keuangan Diusulkan Bisa Dapat Ganti Rugi, Ini Kata Pengamat
Persyaratan restoratif justice materiil meliputi:
- Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;
- Tidak berdampak konflik sosial;
- Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
- Tidak radikalisme dan sparatisme;
- Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan; dan
- Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.
Baca Juga: Korban kejahatan Sektor Keuangan Diusulkan Bisa Dapat Ganti Rugi, Ini Kata Pengamat
Sedangkan persyaratan umum yang berupa persyaratan formil meliputi:
- Perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak pidana Narkotika;
- Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali untuk tindak pidana narkotika).
Baca Juga: Omnibus Law Sektor Keuangan: Hukuman Penjara Bisa DIganti dengan Bayar Ganti Rugi
Contoh restorative justice di Indonesia
Ada beberapa contoh restorative justice di Indonesia. Salah satu contoh restorative justice di Indonesia adalah seorang suami bernama Muhammad Arham yang nekat mencuri motor demi bisa membiayai persalinan istrinya.
Dikutip dari Kompas.com (20/2/2022) pria tersebut sudah ditahan selama 2 bulan karena mencuri motor untuk membiayai persalinan sang istri. Motor yang dicuri adalah milik seorang pedagang sayur. Oleh pelaku, motor tersebut digadaikan seharga Rp 1,5 juta.
Kasus tersebut berakhir damai melalui pendekatan restorative justice. Sang pedagang sayur memaafkan pelaku dan Muhammad Arham pun dibebaskan.
Baca Juga: KKP Revisi Aturan Pengenaan Sanksi Administratif
Selain itu, masih ada lagi contoh restorative justice di Indonesia. Seorang buruh sadap karet di Kabupaten Mesuji dibebaskan dari perkara pencurian 1,5 getah karet beku senilai Rp 500.000.
Dikutip dari Kompas.com (28/1/2022), pembebasan tersangka bernama Cipto Suroso dilakukan setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulang Bawang mengedepankan restorative justice atas perkara pencurian tersebut.
Kepala Kejari Tulang Bawang Dyah Ambarwati mengatakan, restorative justice dilakukan karena nilai kerugian dibawah Rp 2,5 juta sebagaimana syarat dalam restorative justice. “Kerugian pelapor yakni PT SIL (PT Silva Inhutani Lampung) sebesar Rp 500.000,” kata Dyah dalam keterangan pers, Jumat (28/1/2022).
Baca Juga: Pemerintah terbitkan pedoman implementasi pasal karet UU ITE
Selain itu, dalam proses perdamaian PT SIL sepakat untuk memaafkan tersangka tanpa syarat apapun dan tidak melanjutkan ke proses persidangan. “Upaya Perdamaian dilakukan pada tanggal 12 Januari 2022 dengan cara melakukan pemanggilan kepada perwakilan PT. SIL,” kata Dyah.
Nah, itulah penjelasan mengenai restorative justice, penerapan restorative justice di Indonesia, syarat restorative justice, dan contoh restorative justice di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News