EKONOMI INDONESIA - Resesi adalah kata yang sering dibicarakan akhir-akhir ini terkait kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus di tengah pandemi corona. Ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 mengalami kontraksi alias tumbuh negatif 5,32% secara year on year atau dibandingkan periode sama tahun lalu.
Pandemi virus corona yang terjadi memang menghantam segala aspek kehidupan manusia termasuk sektor ekonomi.
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan sejumlah wilayah dan negara pun membuat roda perekonomian tidak berputar secara normal.
Pabrik-pabrik tidak beroperasi, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), toko-toko tutup sehingga banyak kalangan masyarakat harus kehilangan penghasilan.
Sejumlah negara mengalami resesi. Di antaranya Amerika Serikat, Jerman, Hong Kong, Singapura, dan Korea Selatan. Lantas, apa itu resesi?
Baca Juga: Ini daftar 5 bank pemberi bunga deposito tertinggi, siapa saja?
Arti resesi
Pada 1974, ekonom Julius Shiskin mendefinisikan arti resesi adalah penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjadi selama dua kuartal berturut-turut.
Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami PDB negatif, adanya kenaikan tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan terjadinya kontraksi di pendapatan manufaktur untuk periode waktu yang panjang.
Sementara, melansir dari Forbes, pengertian resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Sedangkan Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) otoritas yang dipercaya menentukan mulai dan berakhirnya resesi di AS mengartikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung lebih dari beberapa bulan.
Biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan ritel. Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau dalam ekonomi suatu negara.
Baca Juga: Resesi tidak menyurutkan kinerja dan dana kelolaan reksadana offshore
Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai resesi, seperti yang disarikan Kontan dari Forbes:
Penyebab resesi
Ada beberapa yang menyebabkan resesi, mulai dari goncangan ekonomi secara tiba-tiba hingga dampak dari inflasi yang tidak terkendali.
Berikut beberapa penyebab resesi:
1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Wabah virus corona yang memukul sektor ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh yang lebih baru dari goncangan ekonomi yang tiba-tiba.
Contoh lain, pada 1970-an, OPEC memutus pasokan minyak ke AS tanpa peringatan, menyebabkan resesi, belum lagi adanya antrean tak berujung di pompa bensin.
2. Utang yang berlebihan
Ketika individu atau dunia usaha mengambil terlalu banyak utang, mereka bisa terjebak ke gagal bayar utang.
Terjadinya gagal bayar ini lah yang membuat kebangkrutan dan membalikkan perekonomian.
3. Gelembung aset
Investasi berlebihan di pasar saham atau real estate diibaratkan seperti gelembung yang bisa membesar. Ketika gelembung meletus, terjadi penjualan dadakan yang dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.
Baca Juga: Indef menilai program bansos pemerintah belum efektif dorong daya beli di kuartal III
4. Terlalu banyak inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik seiring waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.
Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan kegiatan ekonomi.
Pada 1970-an, inflasi yang tidak terkendali menjadi masalah di AS. Bank sentral AS atau The Fed pun dengan cepat menaikkan suku bunga, yang menyebabkan resesi.
5. Terlalu banyak deflasi
Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.
Ketika siklus deflasi tidak terkendali, orang-orang dan bisnis berhenti belanja, yang akibatnya merongrong perekonomian.
Contohnya, pada 1990-an, Jepang harus berjuang melawan deflasi yang membuatnya terpuruk dalam resesi.
6. Perubahan teknologi
Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode jangka pendek penyesuaian terhadap terobosan teknologi.
Pada abad ke-19, Revolusi Industri membuat seluruh profesi tergusur teknologi, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.
Baca Juga: Tengok prospek dan sentimen peyokong kinerja reksadana offshore Eastspring
Dampak resesi
Dampak resesi sangat terasa dan efeknya bersifat domino pada kegiatan ekonomi. Contohnya, ketika investasi anjlok saat resesi, secara otomatis akan mengilangkan sejumlah lapangan pekerjaan yang membuat angka PHK naik signifikan.
Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB nasional. Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi.
Lalu neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa. Dalam skala riilnya, banyak orang kehilangan rumah karena tak sanggup membayar cicilan, daya beli melemah.
Lalu banyak bisnis terpaksa harus gulung tikar. Resesi pernah terjadi di sebagian negara Eropa dalam rentan waktu tahun 2008-2009. Di mana situasi sulit ini juga sempat membuat ekonomi Indonesia melemah.
Negara tetangga, Thailand, juga sempat mengalami resesi ekonomi pada tahun 2010 saat PDB-nya terus merosot. Indonesia sendiri sempat mengalami resesi cukup parah pada tahun 1998.
Banyak resesi global juga terjadi karena faktor eksternal yang berada di luar kendali seperti dinamika global perang dagang China dan Amerika Serikat (AS). Kondisi-kondisi yang bisa mengukur apakah bisa terjadi resesi 2020 atau resesi ekonomi 2020.
Baca Juga: Kurs rupiah berpotensi menguat pada perdagangan esok
Pertumbuhan ekonomi RI minus
Ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 mengalami kontraksi alias tumbuh negatif 5,32% secara year on year.
Dibandingkan kuartal I 2020, pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 juga terkontraksi alias minus 4,19%.
Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia masih berhasil tumbuh positif 2,97% yoy.
Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia di semester I 2020 terkontraksi 1,26% year on year.
"ini karena dampak Covid-19 yang begitu dahsyatnya sehingga ekonomi Indonesia terkontraksi pada kuartal II-2020," kata Kepala BPS Suhariyanto dikutip Kontan, Rabu (5/8).
Baca Juga: Pengusaha kebingungan atas hilangnya sanksi perdata dalam omnibus law
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News