PAHLAWAN NASIONAL - Setiap tanggal 21 April masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini, untuk mengenang jasa dan perjuangan Raden Ajeng (R.A) Kartini untuk memajukan perempuan Indonesia.
Melansir dari Encyclopedia Britannica, R.A. Kartini lahir di Mayong, Jepara pada 21 April 1879.
Ayah Kartini, R.M. Ario Sosroningrat, yang merupakan bupati Jepara pada saat itu menyekolahkan Kartini ke Europese Lagere School (ELS) hingga usia 12 tahun.
Karena budaya dan tradisi Jawa pada saat itu, Kartini terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan menjalani pingitan.
Baca Juga: Biografi Robert Baden-Powell, Bapak Pramuka Sedunia yang Lahir pada 22 Februari 1857
Cita-cita memajukan perempuan Indonesia
Selama dalam pingitan, Kartini tetap bermimpi bisa meneruskan pendidikannya. Dia mulai aktif menyurati teman-temannya yang berada di Belanda.
Melalui kegiatan tersebut, Kartini menunjukkan ketertarikan dengan kehidupan dan cara berpikir perempuan di Eropa. Selain surat, ketertarikan Kartini juga datang dari kegemarannya membaca surat kabar, majalah, dan buku.
Melansir dari laman resmi Museum Kartini, teman surat-menyurat Kartini adalah Estelle “Stella” Zeehandellar, Nyonya Hilda, dan Rosa Abendanon.
Melalui suratnya, Kartini menceritakan bagaimana perempuan Jawa tidak bisa bersekolah karena tuntutan tradisi.
Kartini bermimpi agar perempuan pribumi dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin tanpa terbatas dengan tradisi.
Tradisi inilah yang membuat Kartini batal mendapatkan beasiswa ke Belanda. Beasiswa tersebut akhirnya dialihkan kepada K.H. Agus Salim, seorang pemuda cerdas asal Bukittinggi.
Pernikahan dan sekolah perempuan pertama
Seperti halnya gadis-gadis ningrat Jawa, Kartini dinikahkan dengan laki-laki pilihan keluarga. Saat menikah Kartini berusia 24 tahun.
Bersumber dari LPMP Kemendikbud Riau, Kartini menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, pada 12 November 1903.
Sang suami memiliki pemikiran yang sudah maju dan mengijinkan Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan.
Sekolah tersebut berlokasi di dekat kantor Pemerintahan Kabupaten Rembang yang saat ini bernama Gedung Pramuka.
Kartini meninggal di usia yang cukup muda yaitu 25 tahun. Ia meninggal karena kondisi fisiknya memburuk setelah melahirkan putra pertamanya, Soesalit Djojoadhiningrat.
Kartini melahirkan putranya pada 13 September 1904. Empat hari setelah melahirkan atau pada tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
Baca Juga: Biografi Singkat R.M. Tirto Adhi Soerjo, Bapak Pers Nasional di Indonesia
Buku Habis Gelap Terbitlah Terang
Cita-cita luhur R.A. Kartini membuat Mr. J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, terinspirasi. Setelah wafatnya Kartini, J.H. Abendanon mulai mengumpulkan surat-surat yang dikirimkan Kartini ke Belanda.
Kumpulan surat-surat tersebut kemudian dibukukan dengan judul "Door Duisternis tot Licht" atau jika diterjemahkan artinya "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Melansir laman Museum Kartini, buku kumpulan surat Kartini tersebut pertama kali terbit pada tahun 1911 dalam Bahasa Belanda. Pada tahun 1922, terbitlah buku terjemahan dari "Habis Gelap Terbitlah Terang" dalam Bahasa Melayu.
Karena jasanya, Presiden Soekarno menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain gelar pahlawan, Presiden Soekarno juga menetapkan hari lahir R.A. Kartini, 21 April, sebagai Hari Kartini.
Penetapan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, pada 2 Mei 1964.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News