Sejarah perkeretaapian di Indonesia, sejak zaman Belanda, Jepang, hingga kini

Rabu, 07 Oktober 2020 | 15:43 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Sejarah perkeretaapian di Indonesia, sejak zaman Belanda, Jepang, hingga kini

ILUSTRASI. Logo KAI.


KERETA API - PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI beberapa waktu lalu mengubah logo perusahaan bersamaan dengan perayaan ulang tahunnya yang ke-75. 

"Dengan adanya perubahan logo ini, dapat lebih mengintegrasikan KAI Group yang berbeda bisnis dan budayanya menjadi satu dalam satu grup perusahaan,” ujar Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo beberapa waktu lalu dalam keterangan resminya. 

Didiek melanjutkan, perubahan logo ini sebagai langkah transformasi menjadi sebuah brand architecture yang efektif, sehingga akan menciptakan keterpaduan di dalam KAI Group. 

Di samping itu, pergantian logo KAI diharapkan dapat semakin meningkatkan proses komunikasi terhadap semua stakeholders, serta dapat mengefisienkan anggaran.

Dikutip dari laman resminya, saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan. Yakni. PT Reska Multi Usaha berdiri 2003, PT Railink (2006), PT Kereta Api Indonesia Commuter Jabodetabek (2008), PT Kereta Api Pariwisata (2009), PT Kereta Api Logistik (2009), PT Kereta Api Properti Manajemen (2009),  PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).

Lantas, seperti apa sejarah perkeretaapian di Indonesia?

Baca Juga: KA Serayu anjlok, ini daftar kereta yang dialihkan

Sejarah perkeretaapian di Indonesia

Sejarah perkeretaapian di Indonesia

Dirangkum dari situs resmi KAI, sejarah perkeretaapian di Indonesia dimulai pada 17 Juni 1864, ketika pembangunan jalur keretaapi Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele. 

Pembangunan dilakukan oleh perusahaan swasta Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) menggunakan lebar sepur 1435 mm.

Sementara itu, pada 8 April 1875, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur keretaapi negara melalui Staatssporwegen (SS) dengan Rute pertama meliputi Surabaya-Pasuruan-Malang. 

Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta membangun jalur keretaapi, seperti Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS). 

Lalu, Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean Stoomtram Maatschappij (Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo Stoomtram Maatschappij (Pb.SM). 

Kemudian, Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM), Deli Spoorweg Maatschappij (DSM).

Baca Juga: Jalur Lintas Selatan bisa dilewati kecepatan 5 Km per jam pasca KA Serayu anjlok

Tak hanya di Jawa, pembangunan jalur keretaapi juga dilakukan di Aceh (1876), Sumatra Utara (1889), Sumatra Barat (1891), Sumatra Selatan (1914), dan Sulawesi (1922). 

Sedangkan di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai kemungkinan pemasangan jalan rel, namun belum sampai tahap pembangunan. 

Sampai akhir 1928, panjang jalan keretaapi dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km, dengan perincian rel milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km. 

Lalu, pada 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Semenjak itu, perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). 

Baca Juga: Hari ini, KAI beri diskon tarif kirim barang sebesar 25%

Selama penguasaan Jepang, operasional keretaapi hanya diutamakan untuk kepentingan perang. Tetapi, Jepang juga melakukan pembangunan yakni lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk pengangkutan hasil tambang batubara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka.

Namun, Jepang juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta api di sana.

Setelah itu, beberapa hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, dilakukan pengambilalihan stasiun dan kantor pusat keretaapi yang dikuasai Jepang. 

Termasuk pada 28 September 1945 juga dilakukan pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung yang kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia. 

Baca Juga: HUT KAI, penumpang cukup bayar 75% harga tiket kereta dari Jakarta

 

Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia hingga KAI


Sejarah perkerataapian di Indonesia

Pengambilalihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tersebut sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI). 

Namun, saat Belanda kembali ke Indonesia tahun 1946, Belanda membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM).

Berdasarkan perjanjian damai Konferensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949, dilaksanakan pengambilalihan aset-aset milik pemerintah Hindia Belanda. Pengalihan dalam bentuk penggabungan antara DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950. 

Pada tanggal 25 Mei 1950, DKA berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun tersebut mulai diperkenalkan juga lambang Wahana Daya Pertiwi yang mencerminkan transformasi Perkeretaapian Indonesia sebagai sarana transportasi andalan guna mewujudkan kesejahteraan bangsa tanah air. 

Selanjutnya, pemerintah mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1971. Dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa angkutan, PJKA berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) tahun 1991. 

Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT Kereta Api (Persero) tahun 1998. Pada 2011 nama perusahaan PT Kereta Api (Persero) berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan meluncurkan logo baru.

Selanjutnya: Jembatan Cikubang, jembatan kereta terpanjang di Indonesia dibangun era Belanda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru