EDUKASI - Lagu kebangsaan Republik Indonesia, Indonesia Raya pernah sempat dilarang oleh Belanda bahkan penciptanya, W.R. Supratman, nyaris ditangkap karena dianggap berbahaya.
Lagu Indonesia Raya menggambarkan semangat dan cita-cita para pejuang pergerakan kebangsaan yang ingin lepas dari belenggu penjajah sehingga dianggap sebagai ancaman oleh Belanda.
Namun, saat pertama kali diperdengarkan di Kongres Pemuda Kedua pada Minggu malam, 28 Oktober 1928, lagu Indonesia Raya dianggap sebagai lagu perkumpulan biasa oleh Belanda.
Bersumber dari laman Museum Sumpah Pemuda, kala itu para peserta kongres sedang duduk beristirahat setelah berpindah dari gedung Java Oost Bioscoop ke gedung Indonesische Glubsgebouw.
Mereka beristirahat setelah mendengarkan pidato Sunario dan Ramelan Djojoadigoeno mengenai kepanduan, sembari menunggu putusan yang sedang dirumuskan oleh Mohammad Yamin.
Pada saat itulah W.R. Supratman meminta ijin untuk memperdengarkan lagu ciptaannya, Indonesia Raya, dihadapan peserta kongres.
Baca Juga: Tema Besar, Logo, dan Kumpulan Link Twibbon HUT RI ke 77 Tahun 2022
Tekanan Belanda nyaris membatalkan lantunan Lagu Indonesia Raya
Banyaknya polisi rahasia Belanda kala itu membuat Sugondo Djojopuspito, pimpinan kongres, ragu untuk mengijinkan W.R. Supratman melantunkan lagu Indonesia Raya.
Sugondo khawatir kongres yang sudah berjalan tersebut akan dihentikan seketika mengingat lagu ciptaan W.R. Supratman tersebut berisikan semangat nasionalisme.
Untuk menjawab kegelisahannya, Sugondo meminta pendapat petinggi pemerintah kolonial yang juga turut hadir di Kongres Pemuda Kedua.
Sugondo tak segan menunjukkan lirik lagu Indonesia Raya pada van Der Plas, perwakilan pemerintah Belanda di Kongres Pemuda Kedua, namun dia menyarankan untuk memperlihatkan lirik tersebut kepada der Vlugt, seorang Komisaris Polisi Belanda yang hadir pada malam penutupan kongres.
Saran tersebut membuat Sugondo semakin ragu memperlihatkan lembaran kertas berisikan lirik lagu ciptaan W.R. Supratman.
Akhirnya Sugondo mengijinkan W.R. Supratman untuk memperdengarkan lagu ciptaannya namun hanya dimainkan dengan biola tanpa menyanyikan liriknya.
Mengetahui tanggung jawab yang dipikul sahabatnya, W.R. Supratman meyakinkan Sugondo jika dia memang hanya akan mengalunkan lagu tersebut dengan biola saja. Sugondo akhirnya mempersilakan W.R. Supratman untuk memperdengarkan lagu Indonesia Raya.
Lagu Indonesia Raya digemari pemuda
Alunan melodi lagu Indonesia Raya yang lantunkan W.R. Supratman menggunakan biolanya membuat peserta kongres terpukau.
Mereka berdiri dan mendengarkan lagu tersebut dengan khidmat. Selesai diperdengarkan, tepuk tangan para peserta menggema di seluruh gedung, bahkan ada beberapa yang bersorak meminta lagu dimainkan ulang dan mencoba merangkul W.R. Supratman.
Namun hal tersebut tidak terlihat pada perwakilan pemerintah kolonial dan polisi rahasi Belanda. Mereka justru terbengong-bengong dan tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.
Dalam waktu singkat lagu Indonesia Raya dan W.R. Supratman menjadi populer di masyarakat terutama di kalangan pemuda. Hal tersebut seiring dengan partitur dan lagu Indonesia Raya yang dirilis oleh Sin Po edisi Sabtu, 10 November 19228, mulai disebarkan.
Baca Juga: Perbedaan Teks Proklamasi Tulisan Tangan dengan Ketikan serta Maknanya Bagi Indonesia
Selebaran tersebut berisikan partitur serta lirik lagu Indonesia Raya tiga stanza yang pada saat itu masih berjudul "Indonesia".
Agar semakin dikenal luas, W.R. Supratman kemudian membuat rekaman piringan hitam lagu Indonesia Raya di studio milik kawannya yang bernama Yo Kim Tjan.
Beliau membuat rekaman lagu Indonesia Raya versi instrumen dan suaranya serta versi keroncong yang saat itu sangat diminati kalangan pemuda.
Dianggap berbahaya hingga penangkapan W.R. Supratman
Perwakilan Belanda, van der Plas, yang turut hadir pada Kongres Pemuda Kedua memberikan laporan jika lagu Indonesia Raya merupakan lagu yang biasa saja.
Dia memberikan laporan jika lagu tersebut memiliki melodi Eropa dengan syair yang tidak terlalu bagus dan tidak berbahaya dalam segi politik.
Melansir laman Museum Sumpah Pemuda, pihak pemerintah kolonial, van der Plas, perwakilan urusan umum (Algemeene Zaken), H. J. Kiewiet de Jonge, Patih Batavia, Wirahadikoesoema, dan Komisaris Polisi der Vlugt sejatinya tidak memahami makna dari lagu Indonesia Raya sehingga menganggap lagu tersebut biasa-biasa saja.
Seiring berjalannya waktu, lagu Indonesia Raya semakin dikenal masyarakat. Bahkan Partai Nasional Indonesia (PNI) tidak segan menyanyikan lagu Indonesia Raya sembari berdiri dan menjadikan lagu ciptaan W.R. Supratman tersebut sebagai lagu kebangsaan.
Lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada Kongres PNI di Batavia 18-20 Mei 1929 dan Kongres PNI di Bandung pada 15 September 1929.
Baca Juga: Urutan Kronologi Peristiwa Penting Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Karena sering dinyanyikan pada Kongres PNI, para pelajar di Kepoetraan School, Yogyakarta disebut-sebut menyukai lagu Indonesia Raya, malah menganggap lagu tersebut merupakan ciptaan PNI.
Para pemuda juga senang memelesetkan "Indonesia Raya... Mulia... Mulia..." menjadi "Indonesia Raya... Merdeka... Merdeka..."
Setelah dikenal luas oleh rakyat Indonesia, pemerintah Belanda kemudian menyadari bahaya dan kekuatan Indonesia Raya.
Bahkan Gubernur Jenderal Belanda mengambil langkah dengan melarang pegawainya untuk menghormati atau berdiri saat Indonesia Raya diperdengarkan.
Pada 1930, pemerintah kolonial melarang lagu Indonesia Raya untuk diperdengarkan di hadapan umum. Selain itu, mengedarkan notasi dan lirik lagu Indonesia Raya dalam bentuk apapun, seperti buku, pamflet, surat kabar, dan piringan hitam juga dilarang Belanda.
Sang pencipta lagu, W.R. Supratman juga kemudian dipanggil dan diinterogasi oleh pemerintah Belanda. Beliau sudah mempertimbangkan dengan matang saat lagu Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan di Kongres Pemuda Kedua.
W.R. Supratman diinterogasi tentang maksud dan tujuan menciptakan lagu Indonesia Raya. Hal ini dikarenakan lagu tersebut seperti berusaha menghasut rakyat untuk melakukan pemberontakan terhadap Belanda.
Beliau kemudian membantah dengan memperlihatkan lirik asli dari lagu Indonesia Raya. Kata "Merdeka" yang dianggap sensitif sebenarnya berasal dari rakyat bukan dari lirik aslinya yaitu "Mulia".
Dengan bukti tersebut W.R. Supratman tidak bisa ditangkap dan jurnalis Sin Po dibiarkan pulang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News