Hari Kebaya Nasional: Sejarah dan Perkembangan Busana dari Abad ke-18 hingga Kini

Kamis, 24 Juli 2025 | 11:39 WIB   Penulis: Bimo Kresnomurti
Hari Kebaya Nasional: Sejarah dan Perkembangan Busana dari Abad ke-18 hingga Kini

ILUSTRASI. Pengrajin bordir asal Kudus memperlihatkan kebaya bordir saat pameran Kudus Trade Show 2016 di pasar Tanah abang, Jakarta, jumat 918/11). Pemerintahan kabupaten Kudus menyelenggarakan Kudus Trade Show sebagai ajang memperkenalkan produk UKM yang berada di kabupaten Kudus kepada masyarakat Jakarta sekaligus memberikan peluang kepada UKM menuju pasar global./pho KONTAN/carolus Agus Waluyo/8/11/2016.


SEJARAH - Simak sejarah perkembangan Kebaya menyambut Hari Kebaya Nasional. Kebaya ditinjau dari kesejarahannya digunakan tidak saja oleh perempuan di Jawa sebagai pakaian sehari-hari namun juga oleh perempuan.

UNESCO menetapkan warisan budaya takbenda pada akhir tahun lalu di Asuncion, Paraguay. Penetapan ini menjadikan kebaya sebagai warisan budaya takbenda Indonesia ke-15 yang diakui UNESCO.

Sebelumnya, di forum yang sama, reog Ponorogo lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda UNESCO pada Desember 2024 lalu.

Baca Juga: Link Download Logo HUT RI Ke-80 Resmi beserta Filosofi dan Aturan Penggunaan

UNESCO menetapkan kebaya sebagai warisan takbenda atas usulan bersama Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura dan Thailand.

Sebelumnya, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2023, dan menjadi wujud nyata komitmen negara dalam merawat kekayaan budaya Indonesia. Hari Kebaya Nasional diperingati setiap tanggal 24 Juli merupakan tonggak penting dalam upaya pelestarian kebaya sebagai warisan budaya bangsa. 

Lalu, seperti apa perkembangan Kebaya menilik dari sejarah? Simak informasi menarik selengkapnya.

Baca Juga: Selamat Hari Kebaya Nasional 2025, Coba 20 Twibbon Untuk Media Sosial Ini

Arti Kata Kebaya

Hari Kebaya Nasional

Mengutip jurnal Kebaya Jawa Sebagai Busana Adat Daerah pada PUI JAVANOLOGI UNS, kata "kebaya" sendiri diduga berasal dari bahasa Arab, yakni "habaya" atau "abaya", yang berarti pakaian panjang dengan belahan di bagian depan.

Kebaya diperkirakan mulai berkembang pada abad ke-15 hingga ke-16, ketika busana ini dikenakan terutama oleh perempuan dari kalangan bangsawan.

Pada masa awal kemunculannya, kebaya memiliki desain yang sederhana, menggunakan bahan ringan, dan dihiasi dengan bordir halus. Pakaian ini menjadi simbol status sosial dan kecantikan perempuan kala itu.

Baca Juga: Sejarah dan Makna Hari Anak Nasional 23 Juli 2025 di Indonesia

Sejarah Kebaya mulai Abad ke-18

Dalam Buku Nusa Jawa Silang Budaya 2: Jaringan Asia oleh Denys Lombard, menyebutkan bahwa masa tersebut diyakini sebagai titik awal pertumbuhan kebaya di wilayah Nusantara.

Memasuki abad ke-18, kebaya mulai dipengaruhi oleh budaya asing, terutama dari Belanda yang saat itu menjajah Indonesia. Seiring berkembangnya perdagangan internasional, material pakaian pun semakin bervariasi. Bahan seperti beludru, sutra, dan tenunan halus mulai menggantikan kain mori (kapas tenun sederhana) yang sebelumnya umum digunakan.

Perkembangan signifikan terjadi pada abad ke-19, ketika kebaya mulai dikenakan oleh perempuan dari berbagai latar belakang sosial. Kebaya tidak lagi terbatas pada bangsawan, tetapi juga digunakan oleh perempuan pribumi, etnis Tionghoa dan peranakan, hingga perempuan Belanda yang tinggal di Hindia Belanda.

Dari sinilah muncul ragam variasi kebaya yang mencerminkan identitas etnis dan kelas sosial masing-masing. Kebaya semakin meluas penggunaannya, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan, dan mulai mengakar sebagai identitas busana perempuan Indonesia.

Baca Juga: 7 Selebriti Perempuan Indonesia yang Suka Pakai Kebaya, Ada Yura Yunita

Penelitian Taylor dalam Kostum dan Gender di Jawa Kolonial tahun 1800-1940, bagi perempuan Jawa itu sendiri, kebaya menjadi penanda perbedaan kelas dan status antara priyayi dan rakyat biasa yang dicapai melalui bahan tekstil untuk kebaya dan kain bawahannya.

Sedangkan antara perempuan Belanda dengan perempuan pribumi di pulau iJawa, perbedaan tersebut tampak dari model kebayanya.

Warna kebaya untuk perempuan non pribumi adalah putih dan berenda dengan kain batik yang diproduksi dengan motif pengaruh budaya Eropa sedangkan model kebaya perempuan pribumi tidak mengenakan renda dan bewarna selain putih, dipadu kain batik sesuai pakem tradisional.

Baik perempuan Belanda maupun perempuan pribumi menggunakan kebaya sebagai penanda status yang berlaku di masa kolonial saat itu yang mengkotak-kotakkan masyarakat berdasarkan rasnya melalui pakaian.

Baca Juga: Apa itu Bastille Day? Ini Sejarah Hari Penting Prancis yang Dihadiri Presiden Prabowo

Perkembangan pada abad ke-20

Di awal abad ke-20, kebaya mengalami puncak popularitas sebagai simbol nasionalisme dan identitas perempuan Indonesia. Model kebaya mulai berkembang, seperti kebaya encim yang lebih ketat dan kebaya kutubaru yang longgar dan formal.

Perpaduan kebaya dengan kain batik menciptakan tampilan yang elegan dan khas, menjadikannya busana yang tidak hanya indah tetapi juga sarat makna budaya.

Pada periode 1950-an hingga 1980-an, kebaya mengalami revitalisasi. Banyak perancang busana mulai bereksperimen dengan bahan dan motif baru, menjadikan kebaya semakin fleksibel—tidak hanya digunakan dalam acara formal, tetapi juga dalam kegiatan sehari-hari.

Baca Juga: Rayakan Hari Kebaya Nasional, PBN Bagi-Bagi Kebaya ke Penari Remaja Putri

Di masa Orde Lama (1945–1966), kebaya diangkat sebagai lambang nasionalisme dan kebangkitan perempuan Indonesia.

Sedangkan pada era Orde Baru (1966–1998), kebaya mengalami modernisasi yang lebih beragam, dengan dukungan pemerintah dalam melestarikan penggunaannya sebagai warisan budaya nasional.

Memasuki tahun 2000-an, desainer muda Indonesia mulai memperkenalkan kebaya ke panggung internasional dengan menggabungkan unsur tradisional dan gaya kontemporer.

Baca Juga: Visinema Siapkan Film Epik Sejarah Perang Jawa, Produksi Dimulai 2027

Kebaya modern tampil dalam berbagai peragaan busana dan sering dikombinasikan dengan aksesori masa kini. Inovasi ini tidak hanya mendekatkan kebaya kepada generasi muda, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai simbol budaya yang adaptif terhadap zaman.

Kini, kebaya tak lagi sekadar pakaian adat yang dikenakan pada acara resmi, tetapi telah menjadi lambang kebanggaan nasional dan simbol keanggunan perempuan Indonesia.

Kebaya juga memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan kelembutan, keanggunan, dan identitas perempuan Nusantara.

Sebagai warisan budaya yang terus hidup dan berkembang, kebaya tidak hanya memikat secara visual, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang mengakar dalam sejarah bangsa.

Tonton: GIIAS 2025 Hadirkan 150 Mobil dan 29 Motor untuk Test Drive Gratis, Ini Fasilitasnya

Selanjutnya: Promo Indomaret 24-30 Juli 2025, Minyak Goreng dan Margarine Hemat Minggu Ini

Menarik Dibaca: Perhatikan 5 Hal Ini Saat Memilih dan Memakai Baju Olahraga yang Tepat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Bimo Kresnomurti

Terbaru