​Mengenal Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan penerbitannya sebagai pengganti IMB

Jumat, 12 Maret 2021 | 13:39 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
​Mengenal Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan penerbitannya sebagai pengganti IMB

ILUSTRASI. Foto udara pembangunan perumahan di Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/3/2021). (KONTAN/Baihaki)


PELAYANAN PUBLIK - Pemerintah secara resmi menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan izin baru yang bernama Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). 

Izin ini wajib dimiliki siapa pun yang ingin membangun bangunan baru, mengubah, sampai merawat bangunan. Pergantian dari IMB ke PBG ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2021. 

Aturan ini merupakan turunan dari revisi Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang dilakukan pemerintah lewat UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.

Dalam aturan tersebut pasal 347 ayat 1 mengatur bahwa bangunan gedung yang telah memperoleh perizinan dikeluarkan oleh pemda kabupaten kota sebelum berlakunya PP 16/2021, maka izinnya dinyatakan masih tetap berlaku.

Lalu, bangunan gedung yang telah memperoleh IMB dari pemda kabupaten kota sebelum PP 16/2021 berlaku, izinnya masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin.

Baca Juga: Risiko pailit membayangi pengembang properti

Isi PBG

Dikutip dari laman Indonesia.go.id, dalam aturan tersebut pasal 11 menyatakan PBG berisikan sedikitnya dua hal yaitu fungsi bangunan gedung dan klasifikasi bangunan gedung. Informasi-informasi ini wajib dicantumkan dalam PBG. 

Bila tidak sesuai, maka pemilik bangunan gedung bisa dikenai sanksi. Berikut rinciannya:  

1. Fungsi bangunan

Menurut Pasal 4 Ayat 2, terdapat 5 fungsi bangunan gedung yaitu hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, dan khusus.

2. Klasifikasi bangunan gedung

Sementara Pasal 9 Ayat 1 mencatat ada sederet jenis klasifikasi yang akan diterapkan pada bangunan yang dimiliki seseorang. Terdiri dari tingkat kompleksitas (sederhana, tidak sederhana, dan khusus), tingkat permanensi (permanen dan nonpermanen).

Ada juga terkait dengan tingkat risiko bahaya kebakaran (tinggi sedang, rendah), lokasi (padat, sedang, dan renggang) dan ketinggian bangunan gedung (pencakar langit, tinggi, sedang, dan rendah). 

Klasifikasi juga dilaksanakan terhadap, kepemilikan bangunan gedung (bangunan gedung negara dan selain milik negara), dan kelas bangunan (ada 10 kelas bangunan).

Baca Juga: Simak tips dari Savills Indonesia agar aman saat membeli properti

Penerbitan PBG

Dalam publikasi Kementerian PUPR bertajuk “Substansi Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bangunan Gedung”, disebutkan bahwa PBG bisa diterbitkan dalam waktu dua hari sepanjang pemohon telah memiliki pernyataan pemenuhan standar teknis.

Kehadiran PBG ini nantinya menerapkan konsep norma, standar, pedoman, dan kriteria (NSPK) dari pemerintah pusat. Konsep ini berbeda dengan IMB yang dulu pernah diberlakukan. 

Jika IMB harus dibereskan dulu sebelum dapat membuat bangunan, maka PBG memungkinkan pembangunan dapat langsung dilaksanakan sepanjang pelaksanaannya memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah.

Selain PBG, pemilik bangunan nantinya juga perlu memiliki sedikitnya dua jenis izin lain, yakni:

1. Surat Bukti Kepemilikan Bangunan (SBKBG). 

SBKBG nantinya harus mencantumkan informasi fungsi bangunan dan klasifikasi bangunan seperti Pasal 4 dan Pasal 9.

Pada Pasal 275 mengatur SBKBG yang meliputi informasi mengenai kepemilikan bangunan, alamat bangunan, status hak atas tanah, nomor PBG, nomor Sertifikat Laik Fungsi (SLF). 

Di samping itu, ada juga lampiran yang berisikan surat perjanjian pemanfaatan tanah, akta pemisahan, gambar situasi, dan akta fidusia.

Baca Juga: BKPM sebut Frisian Flag Indonesia lakukan penambahan investasi sebesar Rp 3,8 triliun

2. Sertifikat Laik Fungsi (SLF) 

SLF diberikan pemda untuk menyatakan kelaikan fungsi bangunan sebelum bisa dimanfaatkan atau ditempati.

Menurut Pasal 297, SLF perlu diperpanjang dalam jangka waktu 20 tahun untuk rumah tinggal dan 5 tahun untuk bangunan gedung lainnya.

"Bangunan gedung yang telah berdiri dan belum memiliki PBG, untuk memperoleh PBG harus mengurus SLF berdasarkan ketentuan peraturan pemerintah ini," demikian mengutip Pasal 347 Ayat 3.

Baik PBG, SLF, dan SBKBG diajukan oleh pemohon melalui sebuah situs bernama Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di laman www.simbg.pu.go.id. Nantinya izin-izin itu akan diterbitkan oleh pemerintah daerah.

Selanjutnya: Inilah daftar harga rumah subsidi 2021!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru