Mengingat digunakan berbagai organisasi, maka sejak tahun 1927 Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
Pada 15 Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928. Soegondo Djojopuspito, ketua PPPI, terpilih sebagai ketua kongres.
Di gedung ini memang dihasilkan keputusan yang lebih maju, yang kemudian dikenal sebagai sumpah pemuda. Selanjutnya, fungsi gedung ini pun berubah-ubah sejak 1937 hingga 1973. Pada 1934-1937 gedung ini disewakan kepada Pang Tjem Jam dan digunakan sebagai rumah tinggal.
Lalu, pada 1937-1948 gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga. Kemudian, pada 1948-1951 gedung berubah fungsi menjadi Hotel Hersia.
Baca Juga: Mantan menteri olahraga era Orde Baru Abdul Gafur meninggal dunia karena Covid-19
Sementara pada 1951-1970, Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.
Pada tanggal 3 April 1973, Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta. Pemugaran selesai 20 Mei 1973. Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1974.
Gedung Kramat Raya 106 dijadikan Museum karena memiliki sederet perjalanan sejarah dan menjadi saksi dari proses panjang pembentukan semangat perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia. Di tempat dilaksanaannya Kongres Pemuda Kedua ini, sendi-sendi dasar persatuan Indonesia didiskusikan, dirumuskan, untuk kemudian diikrarkan.
Tahun 2013 Bangunan utama Gedung Museum Sumpah Pemuda ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 254/M/2013, tanggal 27 Desember 2013.
Selanjutnya: Sejarah dan isi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News