Kongres Perempuan Indonesia I juga menjadi salah satu puncak kesadaran berorganisasi kaum perempuan Indonesia. Sejumlah tuntutan yang penting bagi kaum perempuan juga lahir dalam kongres ini.
Di antaranya penentangan terhadap perkawinan anak-anak dan kawin paksa serta beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan.
Sejarah Hari Ibu berlanjut saat pada 20-24 Juli 1935 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Dalam kongres ini dibentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan menentang perlakuan tidak wajar atas buruh perempuan perusahaan batik di Lasem, Rembang, Jawa Tengah.
Lalu, pada 23-27 Juli 1938 diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung. Nah, dalam kongres inilah tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu dan menjadi tonggak sejarah Hari Ibu di Indonesia.
Baca Juga: 4 Tips Sederhana yang Bisa Dilakukan oleh Para Ibu untuk Meningkatkan Kesehatan
Penetapan Hari Ibu sebagai Hari Nasional
Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu sebagai Hari Nasional yang bukan hari libur.
Pada 22 Desember 1965, Presiden Soekarno dalam peringatan Hari Ibu menegaskan, perempuan adalah tiang negara. Oleh karena itu, perempuan diharapkan bersatu agar negara Indonesia tetap kuat.
Untuk mengenang kongres perempuan pertama, pada kongres di Bandung tahun 1952 diusulkan dibuat sebuah monumen.
Setahun berikutnya diletakkan batu pertama oleh Ibu Sukanto (ketua kongres pertama) untuk pembangunan Balai Srikandi dan diresmikan oleh menteri Maria Ulfah tahun 1956. Maria Ulfah adalah menteri perempuan pertama di Indonesia.
Akhirnya pada tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta.
Itulah sejarah Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News