Sejarah Singkat Sungai Bengawan Solo, Sungai Terpanjang di Pulau Jawa

Selasa, 14 Maret 2023 | 14:31 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Sejarah Singkat Sungai Bengawan Solo, Sungai Terpanjang di Pulau Jawa

ILUSTRASI. Sungai Bengawan Solo adalah sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/hp.


SUNGAI TERPANJANG - Sungai Bengawan Solo adalah sungai terbesar dan terpanjang di Pulau Jawa. Sungai Bengawan Solo terletak di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan melintasi setidaknya 12 kota/kabupaten. 

Sungai Bengawan Solo mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) sepanjang kurang lebih 16.100 km. Aliran Sungai Bengawan Solo mulai dari Pegunungan Sewu di sebelah barat-selatan Surakarta, lalu ke laut Jawa di utara Surabaya melalui jalur sepanjang kurang lebih 600 km. 

Baca Juga: Mengenal Dua Macam Bentuk Muka Bumi, Cek Juga Contohnya

Dikutip dari laman Peta Budaya Belajar Kemdikbud, nama sungai Bengawan Solo (Sala) berasal dari dua kata yakni Bengawan dan Sala. Kata Bengawan artinya sungai besar dari ejaan klasik Bahasa Jawa. 

Sementara kata Solo yang seharusnya Sala adalah nama sebuah desa di wilayah eks Karesidenan Surakarta. Pemberian nama sungai Sala (Solo) menggunakan nama desa yang terkenal pada zaman kerajaan Pajang, yaitu desa Sala, yang kelak menjadi pusat kerajaan baru yaitu Surakarta.

Baca Juga: Bentuk Muka Bumi Daratan dan Perairan serta Contohnya di Indonesia

Tumpuan penduduk di sekitar Sungai Bengawan Solo

Panjang sungai Bengawan Solo dari hulu hingga hilir adalah 548,53 kilometer.

Dikutip dari buku Ekpedisi Bengawan Solo (2007), panjang sungai Bengawan Solo dari hulu hingga hilir adalah 548,53 kilometer. Pengukuran dilakukan dengan alat global positioning system (GPS). 

Selain itu, hasil ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 menunjukkan bahwa sungai Bengawan Solo menjadi tumpuan penduduk yang berada di sekitarnya.

Baca Juga: Ciri-ciri Pithecanthropus Erectus dan Sejarah Penemuannya

Ketergantungan itu mulai dari hulu di Desa Jeblogan, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah hingga ke hilir di Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Paling tidak, dalam catatan Litbang Kompas ada 12 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang langsung bergantung pada sungai tersebut. 

Ke-12 kabupaten/kota itu berturut-turut adalah Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Solo, Karanganyar, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik. 

Baca Juga: Banjir Kota Surakarta Meluas, Sebanyak 7.885 Warga Mengungsi

Setidaknya masyarakat di ke-12 kabupaten/kota itu bergantung pada Bengawan Solo dalam lima hal, yakni: 

  • Pertama, penyediaan air minum dari skala rakyat, perusahaan daerah air minum, hingga industri oleh PT Petrokimia Gresik. 
  • Kedua, penyediaan air untuk pertanian, mulai dari skala kecil berupa dam-dam sederhana dan pompanisasi hingga dam raksasa seperti Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Bendung Colo di Sukoharjo, atau Bendung Gerak Kendal di Lamongan. 
  • Ketiga, kegiatan pertambangan pasir dari yang diusahakan secara manual hingga secara masif menggunakan mesin penyedot berjalan. 
  • Keempat, kegiatan transportasi dengan perahu. 
  • Kelima, kegiatan industri rumah tangga berupa batu bata. 

Baca Juga: Kementerian PUPR Targetkan Bendungan Jlantah di Karanganyar Kelar Oktober 2023

Pembangunan infrastruktur di Bengawan Solo

Nama sungai Bengawan Solo (Sala) berasal dari dua kata yakni Bengawan dan Sala.

Dirangkum dari laman Kementerian PUPR, pembangunan infrastruktur SDA di WS Bengawan Solo telah dimulai pada abad ke-18 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. 

Pada saat itu, pemerintah Belanda membangun kanal Solo Vallei Werken dan sudetan Bengawan Solo dari Plangwot – Sidayu Lawas, namun terhenti karena alasan biaya.

Pada 1880 guna menghindari sedimentasi di Pelabuhan Tanjung Perak, muara Sungai Bengawan Solo dialihkan dari Selat Madura ke Ujung Pangkah. 

Baca Juga: Dukung Food Estate di Gresik, Kementerian PUPR Rampungkan Lumbung Air Sukodono

Kemudian, pada 1916 pemerintah Belanda membangun Waduk Prijetan di Kabupaten Lamongan dan pada 1935 membangun Waduk Pacal di Kabupaten Bojonegoro untuk keperluan irigasi.

Setelah banjir besar pada 1966 yang menenggelamkan sebagian besar Kota Solo, Pemerintah mulai menangani pembangunan infrastruktur pengendali banjir Bengawan Solo. 

Dengan bantuan teknis Pemerintah Jepang (OTCA) pada tahun 1974, dirumuskan Master Plan Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo.

Baca Juga: Antisipasi badai La Nina, 241 bendungan dikosongkan sebagian tampungannya

Untuk mengendalikan banjir dan mendukung pengembangan wilayah, Master Plan WS Bengawan Solo (1974), antara lain merekomendasikan pembangunan empat waduk serbaguna, yakni Waduk Wonogiri, Waduk Jipang, Waduk Bendo dan Waduk Badegan. 

Master Plan juga merekomendasikan 25 lokasi waduk-waduk irigasi di anak-anak sungai Bengawan Solo yang potensial untuk dibangun.

Disamping itu, Master Plan merekomendasikan pekerjaan perbaikan dan pengaturan sungai Bengawan Solo Hulu ruas Nguter – Jurug, Kali Madiun ruas Catur– Kwadungan dan Bengawan Solo Hilir ruas Cepu – Tanjung Kepolo.

Baca Juga: Progres capai 68%, pembangunan pintu air Demangan Baru ditarget rampung akhir 2021

Waduk Serbaguna Wonogiri yang telah dibangun pada Tahun 1978-1981 telah berfungsi untuk pengendali banjir di wilayah Bengawan Solo Hulu, terutama untuk melindungi Kota Solo. 

Waduk tersebut juga berfungsi menyediakan air irigasi seluas kurang lebih 30.000 Ha di wilayah kabupaten-kabupaten Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. 

Waduk Wonogiri juga memberikan manfaat PLTA (12,4 MW), perikanan dan pariwisata.

Demikian penjelasan singkat mengenai sejarah Sungai Bengawan Solo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Virdita Ratriani
Terbaru