KONTAN.CO.ID - Mengenal arti Merry Christmas yang diucapkan setiap Hari Raya Natal. Di tengah gemerlap lampu hias, pohon Natal yang dihiasi ornamen, dan suasana hangat keluarga berkumpul, ucapan "Merry Christmas" selalu menjadi frasa yang paling sering terdengar setiap tanggal 25 Desember.
Ucapan sederhana ini telah menjadi simbol universal perayaan Natal di seluruh dunia, melambangkan kegembiraan, kedamaian, dan kasih sayang.
Namun, tahukah Anda bahwa di balik kesederhanaannya, "Merry Christmas" memiliki sejarah panjang yang terkait erat dengan tradisi Kristen dan evolusi budaya Barat?
Seperti apa Merry Christmas menggantikan kata Happy yang identik dengan ucapan selamat? Artikel ini akan mengupas arti, asal-usul, dan makna mendalam dari ucapan ikonik tersebut dalam konteks perayaan Natal.
Baca Juga: Simak Hari Besar Setiap 25 Desember: Ada Hari Natal hingga Newtonmas
Arti Merry Christmas
Melansir dari laman Britannica, "Merry Christmas" berasal dari bahasa Inggris, di mana "Merry" berarti "ceria", "gembira", atau "penuh sukacita", sementara "Christmas" merujuk pada hari perayaan kelahiran Yesus Kristus (dari kata "Christ's Mass" atau Misa Kristus).
Jadi, ucapan ini dapat diterjemahkan sebagai "Selamat Natal yang Ceria" atau "Natal yang Penuh Kegembiraan".
Berbeda dengan ucapan lain seperti "Happy Birthday" atau "Happy New Year" yang menggunakan "happy" (bahagia), "merry" lebih menekankan pada suasana riang gembira, pesta, dan kegembiraan bersama, yang sesuai dengan tradisi perayaan Natal yang melibatkan makan malam bersama, bernyanyi lagu-lagu Natal, dan saling bertukar hadiah.
Baca Juga: Apa Peringatan Setiap 24 Desember? Ada Malam Natal hingga Hari Belanja
Sejarah Pengucapan
Asal-usul frasa ini dapat ditelusuri hingga abad ke-16 di Inggris. Catatan tertua ditemukan dalam surat tahun 1534 dari Uskup John Fisher kepada Thomas Cromwell, yang mengakhiri pesannya dengan "and this our Lord God send you a mery Christmas".
Pada masa itu, kata "merry" masih bermakna "menyenangkan" atau "damai", mirip dengan lagu Natal klasik "God Rest Ye Merry, Gentlemen".
Namun, popularitas "Merry Christmas" meledak pada abad ke-19 berkat novel Charles Dickens berjudul A Christmas Carol (1843), di mana frasa ini diulang-ulang, termasuk oleh karakter Scrooge yang akhirnya berubah hati. Novel ini turut membentuk citra Natal modern sebagai hari penuh kemurahan hati dan kegembiraan.
Baca Juga: Intip Tema Natal 2025 Resmi Kemenag: C-LIGHT untuk Persatuan
Tahun yang sama (1843), kartu Natal komersial pertama dicetak di Inggris oleh Sir Henry Cole, dengan tulisan "A Merry Christmas and a Happy New Year to You", yang semakin menyebarkan ucapan ini secara massal.
Di Inggris, keluarga kerajaan lebih menyukai "Happy Christmas" karena "merry" dianggap terlalu riuh atau bahkan berkonotasi mabuk, tetapi "Merry Christmas" tetap dominan di Amerika Serikat dan banyak negara lain.
Saat ini, ucapan ini tidak hanya religius, mengingatkan pada kelahiran Yesus sebagai sumber sukacita bagi umat Kristen—tetapi juga sekuler, menjadi simbol harapan, perdamaian, dan kebersamaan di akhir tahun.
"Merry Christmas" lebih dari sekadar ucapan selamat; ia adalah warisan budaya yang menghubungkan kita dengan sejarah panjang perayaan Natal, dari akar Kristen hingga kegembiraan universal hari ini. Di tengah hiruk-pikuk dunia modern, frasa ini mengingatkan kita untuk menyebarkan sukacita, kasih, dan harapan.
Tonton: Mengerikan! Ini Doa Natal Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy untuk Presiden Putin
Selanjutnya: Simpanan Nasabah Kaya DBS Tembus Rp 108 Triliun, Deposito Tumbuh 14%
Menarik Dibaca: Rekomendasi Sunscreen Anti Aging untuk Perlindungan Kulit di Usia 40 Tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News