Berutang atau investasi di Fintech P2P

Kamis, 04 Mei 2017 | 10:30 WIB   Reporter: Dupla Kartini
Berutang atau investasi di Fintech P2P


Akhir-akhir ini, mulai marak tawaran pinjaman online dari perusahaan fintech P2P. Tak sebatas memberi pinjaman, fintech juga menjadi wadah berinvestasi. Bagaimana skema layanan pinjam meminjam secara online ini?

Apa itu fintech P2P

Fintech peer to peer (P2P) lending adalah layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman (investor/pemodal) dengan penerima pinjaman (debitur) secara langsung melalui jaringan internet. Dengan kata lain, fintech P2P adalah layanan pinjaman meminjam secara online.

P2P merupakan salah satu model bisnis financial technology atau jasa keuangan berbasis teknologi informasi. Di Indonesia, fintech punya tiga model bisnis, yaitu pembayaran digital, pembiayaan bisnis, dan pembiayaan personal. Nah, fintech P2P ini termasuk dalam model pembiayaan personal. 

Penyelenggara fintech P2P dapat berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Contoh penyelenggara fintech P2P, yaitu Investree, Modalku, UangTeman, Crowdo, dan Amartha.

Setiap transaksi di fintech P2P selalu melibatkan tiga pihak, yaitu investor, peminjam, dan perantara (penyedia platform P2P lending). Ketiganya saling membutuhkan. Di mana peminjam mendapatkan dana yang dibutuhkan. Sementara, investor mendapat imbal hasil (return) dari uang yang dipinjamkan. Lalu, penyedia platform menerima fee atau komisi dari setiap transaksi.

Lantaran syarat pengajuan pinjaman relatif simpel dan umumnya tanpa jaminan, fintech P2P menjadi alternatif bagi masyarakat yang selama ini kesulitan mengakses pinjaman perbankan alias tidak bankable. Di sisi lain, layanan ini membuka peluang bagi masyarakat pemilik modal yang ingin berinvestasi dengan cepat.

Syarat fintech P2P

Mengacu POJK No.77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang terbit Desember 2016, penyelenggara fintech P2P wajib memenuhi syarat berikut:

  • Mendaftar dan mendapatkan perizinan dari OJK.
  • Kepemilikan modal minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran. Namun, saat mengajukan perizinan, jumlah modal harus mencapai Rp 2,5 miliar.
  • Terdaftar sebagai anggota dari asosiasi yang ditunjuk OJK, yaitu Asosiasi Fintech Indonesia.
  • Pihak asing hanya boleh mempunyai saham maksimal 85%.
  • Penyelenggara yang sudah terdaftar di OJK wajib menyerahkan laporan berkala tiap tiga bulan. Laporan memuat jumlah pemberi dan penerima pinjaman, kualitas pinjaman dan dasar penilaian kualitas pinjaman.
  • Penyelenggara pinjaman online tidak boleh menyentuh dana pinjaman yang mengalir dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, dan sebaliknya.  Jadi, perusahaan harus menyediakan virtual account dan rekening bersama (escrow account). Virtual account untuk menampung dana yang dikirimkan pemberi pinjaman (investor). Sedangkan, escrow account untuk menampung pembayaran kembali dana dari si peminjam.

Karakteristik fintech P2P

  • Tenor pinjaman relatif pendek, berkisar 1 bulan hingga 24 bulan.
  • Pinjaman dalam denominasi rupiah.
  • Proses pengajuan pinjaman maupun setoran investasi dilakukan secara online, sehingga relatif lebih simpel dibandingkan lembaga keuangan konvensional.
  • Penerima pinjaman (debitur) harus berasal dan berdomisili di wilayah hukum NKRI, baik perorangan maupun badan hukum.
  • Pemberi pinjaman (investor) boleh berasal dari dalam dan luar negeri.  Bentuknya boleh perseorangan, badan hukum maupun lembaga internasional.
  • Pemberi pinjaman mendapatkan imbal hasil, penerima pinjaman dikutip bunga, dan penyelenggara mendapatkan komisi/fee dari transaksi.

Plafon, bunga, dan return

OJK membatasi nominal pinjaman maksimal Rp 2 miliar. Namun, regulator tidak membatasi tingkat bunga pinjaman. Artinya, tingkat bunga tergantung kebijakan penyelenggara fintech P2P.

Tapi, penyelengara biasanya mempertimbangkan kewajaran dan perkembangan ekonomi nasional. Tingkat bunga pinjaman dan tenor (jangka waktu pinjaman) juga mempertimbangkan profil risiko peminjam. Semakin rendah profil risiko peminjam (debitur), maka beban bunga semakin kecil.

Bagi investor, nominal investasi dan tingkat imbal hasil (return) juga tergantung kebijakan penyelenggara. Yang jelas, pertimbangan return mengacu profil risiko peminjam dan jumlah investasi yang ditempatkan.

Untuk itu, penyelenggara P2P akan membuat credit scoring peminjam dengan menganalisa tingkat risiko dan kelayakan. Dasar pertimbangannya, bisa slip gaji (karyawan), kredibilitas perusahaan pemberi gaji (karyawan), bukti purchase order atau SIUP (UKM/wiraswasta), hingga analisa kepribadian berdasarkan aktivitas medsos calon peminjam.

Untuk mengantisipasi risiko gagal bayar, penyelenggara juga mengatur strategi tertentu. Misalnya, pinjaman diberikan kepada grup atau sekelompok pedagang. Sehingga, saat ada anggota yang gagal bayar, maka semua anggota kelompok bertanggung jawab untuk melunasi pinjaman.

Contoh penawaran dari fintech Modalku:

Untuk pinjaman, Modalku membidik pelaku UKM. Plafon pinjaman dibatasi minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 2 miliar. Jangka waktu pinjaman 3 bulan hingga 24 bulan. Tingkat bunga mulai dari 12%-20% per tahun.

Untuk pemodal, investasi minimal Rp 1 juta. Return tergantung jumlah modal, tenor dan profil risiko peminjam. Investor di Modalku bisa mengantongi return rata-rata 15% per tahun. Khusus investor yang berinvestasi berulang bisa mendapat return di atas 25%.

Plus minus

Bagi peminjam

Plus:

  • Pengajuan aplikasi pinjaman melalui online, sehingga lebih mudah dan cepat.
  • Persetujuan pinjaman relatif lebih cepat dibandingkan meminjam ke lembaga keuangan konvensional.
  • Umumnya tanpa kewajiban jaminan (agunan).

Minus:

  • Tingkat bunga bisa lebih tinggi dibandingkan kredit perbankan (perbandingan bunga KUR perbankan 9%)
  • Ada penyelenggara yang menetapkan denda untuk pelunasan pinjaman lebih awal.

Bagi investor

Plus:

  • Proses pendanaan mudah dan simpel. Pengajuan formulir pemodal dan penyerahan bukti KTP secara online.
  • Nominal investasi bervariasi dan relatif terjangkau bagi pemodal kecil.
  • Imbal hasil (return) kompetitif, rata-rata lebih besar dari bunga deposito bank.
  • Tenor pinjaman pendek, sehingga dana investor tidak terkunci lama.

Minus:

  • Ada risiko gagal bayar. Level akurasi dari credit scoring tidak dapat merefleksikan kondisi dan karakter peminjam secara utuh. Peminjam juga bisa gagal bayar karena kondisi di luar dugaan, seperti sakit keras atau meninggal dunia.
  • Dana yang diinvestasikan tidak dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 5 6 Tampilkan Semua
Editor: Dupla Kartini

Terbaru