Kisah Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda

Selasa, 10 Agustus 2021 | 10:54 WIB   Penulis: Tiyas Septiana
Kisah Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda

ILUSTRASI. Kisah Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda.


Penangkapan Pangeran Diponegoro dan berakhirnya Perang Jawa

Pangeran Diponegoro sangat piawai dalam memimpin pasukan pemberontakan dan membuat Belanda kewalahan. Tidak heran jika Perang Jawa disebut sebagai salah satu perang terbesar yang pernah dihadapi Belanda.

Untuk menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda menggunakan taktik Benteng Stelsel. Pada tahun 1827, Belanda menggunakan taktik ini sehingga pasukan Pangeran Diponegoro terjepit.

Dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1829, Kyai Mojo yang merupakan pemimpin spiritual pemberontakan ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utama Perang Jawa, Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada Belanda. 

Baca Juga: Buat mahasiswa baru, ini tips hadapi kuliah online selama pandemi

Pangeran Diponegoro terus terdesak hingga pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan beliau di Magelang. 

Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Beliau kemudian ditangkap dan diasingkan ke Manado. 

Kemudian Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Makassar hingga wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Benteng Rotterdam. 

Perang Jawa yang berlangsung selama lima tahun telah menelan sebanyak 200.000 korban jiwa dari penduduk Jawa. Sedangkan pihak korban tewas dari pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7.000 serdadu pribumi.   

Tidak hanya perang melawan Belanda, Perang Jawa juga merupakan perang saudara antara orang keraton yang berpihak pada Pangeran Diponegoro dan yang berpihak pada Belanda.

Berakhirnya Perang Diponegoro menjadi penegas penguasaan Belanda atas Pulau Jawa. Dua tahun setelah perang berakhir, seluruh raja dan bupati di Jawa tundung menyerah kepada Belanda. 

Namun bupati Ponorogo kala itu, Warok Brotodiningrat III menolak untuk tunduk. Beliau justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota karesidenan Madiun dan di Jawa Tengah seperti di Wonogiri dan Karanganyar yang banyak dihuni oleh Warok.

Selanjutnya: No 1 bukan ITB atau UGM, ini 25 Universitas terbaik Indonesia 2021 versi Webometrics

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tiyas Septiana

Terbaru