Mengenal Sungai Mekong, sungai terpanjang di Asia Tenggara

Jumat, 04 September 2020 | 15:11 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Mengenal Sungai Mekong, sungai terpanjang di Asia Tenggara

ILUSTRASI. Delta Sungai Mekong di Vietnam.


SUNGAI TERPANJANG - Sungai Mekong, merupakan sungai terpanjang di Asia Tenggara, dan ke-7 terpanjang di Asia.

Dikutip dari Britannica, sungai ini juga menempati posisi sebagai sungai terpanjang ke-12 terpanjang di dunia. Sungai Mekong mengalir dari China melalui Asia Tenggara sebelum bermuara di laut dari delta Vietnam.

Mekong memiliki panjang sekitar 4.350 km (2.700 mil) dan mengalir dari sebelah Tenggara Provinsi Qinghai, China, melalui bagian timur Daerah Otonomi Tibet dan Provinsi Yunnan.

Kemudian melintasi perbatasan internasional antara Myanmar (Burma) dan Laos, serta antara Laos dan Thailand. Sungai tersebut lalu mengalir melalui Laos, Kamboja, dan Vietnam sebelum mengalir ke Laut China Selatan di selatan Kota Ho Chi Minh (sebelumnya Saigon).

Sekitar tiga perempat dari daerah drainase Sungai Mekong terletak di empat negara. Sementara, Sungai Mekong terletak di negara China, Laos, Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam.

Baca Juga: Amerika Serikat umumkan pembatasan baru bagi diplomat China di AS

Karakteristik penduduk di sepanjang Sungai Mekong

Sebagian besar penduduk yang tinggal di sepanjang Sungai Mekong bekerja di bidang pertanian, dan padi adalah tanaman utama. Sungai Mekong mengaliri pertanian di negara yang dilaluinya seperti Laos, Vietnam, Kamboja, Thailand, dan China.

Sementara karakteristik penduduk di lembah Sungai Mekong itu beragam. Sebagian besar penduduk Lembah Mekong paling atas adalah orang Tibet.

Di Selatan Dataran Tinggi Tibet, masyarakat di lembah sungai terbagi dalam dua kelompok budaya. Masyarakat pegunungan hidup terutama melalui sistem ladang berpindah, dan secara tradisional membentuk unit-unit sosial kecil berbasis kerabat.

Orang-orang pegunungan berbicara bahasa yang termasuk dalam lima rumpun bahasa yang berbeda: Tibeto-Burman (termasuk Yi, Hani, dan Lisu dari Yunnan), Tai (termasuk Shan di Myanmar dan yang disebut Tai Hitam dan Tai Merah Laos dan Yunnan) , Hmong-Mien (termasuk Hmong Laos dan Yunnan), Austronesia, dan Mon-Khmer (termasuk beragam suku Montagnard di Vietnam).

Sedangkan masyarakat dataran rendah, yang mempraktikkan pertanian menetap, telah membentuk masyarakat yang kompleks. Akan tetapi, masyarakat dataran rendah merupakan mayoritas dari populasi, dan sebagian besar termasuk salah satu kelompok etnis dominan di negara-negara di kawasan itu.

Baca Juga: Setelah Laut China Selatan, AS kini berkonflik dengan China di Sungai Mekong

Manfaat ekonomi dari Sungai Mekong

Di wilayah hilir Sungai Mekong, pengendalian banjir dan pengelolaan air menawarkan peluang besar untuk meningkatkan produktivitas ekonomi.

Para petani yang mempraktikkan sistem ladang berpindah di dataran tinggi dan petani padi di dataran rendah tadah hujan, dalam kondisi normal, hanya dapat menanam satu kali setahun, dengan memanfaatkan curah hujan musim hujan.

Pengendalian air, memungkinkan untuk menyimpan air saat musim hujan dan menggunakannya selama musim kemarau untuk menghasilkan panen kedua atau ketiga.

Selain itu, sistem irigasi yang dikombinasikan dengan pengendalian banjir telah memperbaiki lahan yang dapat diolah dengan mengurangi kerugian yang disebabkan oleh air banjir yang membanjiri tepian sungai.

Fasilitas pembangkit listrik tenaga air skala kecil telah dikembangkan.

Baca Juga: AS: Militer China gunakan konsulat di Houston untuk mencuri hasil penelitian

Tempat konflik AS dengan China

Sungai Mekong bakal menjadi arena baru dalam persaingan antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Para aktivis lingkungan dan sejumlah pejabat mengatakan, China menyalip AS dalam pengeluaran dan pengaruhnya terhadap negara-negara hilir berkat kekuasaannya atas perairan Sungai Mekong.

Dikutip Kontan.co.id (24/7/2020), Pemerintah AS dan China masing-masing menggembar-gemborkan laporan yang berbeda tentang apakah 11 bendungan China di sungai merugikan negara-negara di hilir.

Persaingan AS-China pecah menjadi perang kata-kata setelah sebuah studi yang didanai Washington pada bulan April 2020 lalu menyimpulkan bahwa bendungan-bendungan China menahan air selama kekeringan tahun lalu.

Penelitian oleh Eyes on Earth, sebuah perusahaan riset dan konsultan yang berbasis di AS yang berspesialisasi dalam air, membangun sebuah model prediksi berdasarkan pencitraan satelit dan data MRC yang dikatakannya menunjukkan air yang hilang di hilir, mulai sekitar 2010.

Baca Juga: Sungai Mekong, arena konflik baru AS dengan China

China marah dengan tudingan itu dan Kedutaan Besar China di Thailand mengecam studi tersebut sebagai "bermotivasi politik, yang bertujuan menargetkan China dengan niat buruk".

Pekan lalu, Global Times China menerbitkan sebuah artikel tentang studi Cina yang membantah laporan Eyes on Earth.

“Bendungan sungai di China membantu meringankan kekeringan di sepanjang Lancang-Mekong," demikian judul di surat kabar yang diterbitkan People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis China yang berkuasa.

Tahun lalu, Sungai Mekong mengalami kekeringan dengan tingkat sungai Mekong terendah dalam beberapa dekade.

Negara-negara yang dilalui Sungai Mekong mengandalkan sungai ini. Sebab, sekitar 60 juta orang bergantung pada aliran sungai ini untuk bertani dan memancing.

Selanjutnya: Pergi ke Kamboja dan Menonton Festival Air Bon Om Touk 2019

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru