SEJARAH - Mohammad Yamin. Pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 ini tidak bisa dipisahkan dari Sumpah Pemuda.
Hari ini, 28 Oktober 2020 adalah peringatan ke-92 tahun lahirnya Sumpah Pemuda. Mohammad Yamin merupakan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.
Mohammad Yamin juga dikenal sebagai sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia.
Dirangkum dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Yamin merupakan putra dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang Panjang.
Baca Juga: Hari Sumpah Pemuda, BEM SI: 1.000 Mahasiswa akan demo tolak UU Cipta Kerja di Jakarta
Ayahnya memiliki enam belas anak dari lima istri, yang hampir keseluruhannya kelak menjadi intelektual yang berpengaruh.
Saudara-saudara Yamin antara lain Muhammad Yaman, seorang pendidik; Djamaluddin Adinegoro, seorang wartawan terkemuka; dan Ramana Usman, pelopor korps diplomatik Indonesia.
Selain itu sepupunya, Mohammad Amir, juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sementara, pada 1937, Mohammad Yamin menikah dengan Siti Sundari, putri seorang bangsawan dari Kadingalu, Demak, Jawa Tengah.
Mereka dikaruniai satu orang putra, Dang Rahadian Sinayangish Yamin yang menikah dengan Raden Ajeng Sundari Merto Amodjo, putri tertua dari Mangkunegoro VIII pada 1969. Pada 17 Oktober 1962, Mohammad Yamin meninggal di Jakarta pada usia 59 tahun.
Baca Juga: Sejarah dan isi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Pendidikan Mohammad Yamin
Mohammad Yamin mendapatkan pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang. Kemudian melanjutkannya ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta.
Di AMS Yogyakarta, ia mulai mempelajari sejarah purbakala dan berbagai bahasa seperti Yunani, Latin, dan Kaei.
Dia lalu berkuliah di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta, yang kelak menjadi Fakultas Hukum Universitas Indonesia), dan berhasil memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) pada tahun 1932.
Baca Juga: Kemenperin: Bonus demografi menjadi peluang untuk bangun industri
Karier sastra Mohammad Yamin
Mohammad Yamin memulai karier sebagai seorang penulis pada dekade 1920-an semasa dunia sastra Indonesia mengalami perkembangan. Karya-karya pertamanya ditulis menggunakan bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa Belanda pada tahun 1920.
Pada tahun 1922, Yamin muncul untuk pertama kali sebagai penyair dengan puisinya, Tanah Air; yang dimaksud tanah airnya yaitu Minangkabau di Sumatera. Tanah Air merupakan kumpulan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan.
Kumpulan puisi kedua Mohammad Yamin yakni Tumpah Darahku, terbit pada 28 Oktober 1928. Karya ini sangat penting dari segi sejarah, lantaran pada waktu itu Yamin dan beberapa orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal.
Selain itu, Yamin juga membuat drama sandiwara Ken Arok dan Ken Dedes, esai, novel sejarah, dan puisi. Ia juga menterjemahkan karya-karya William Shakespeare dan Rabindranath Tagore.
Baca Juga: Dorong pertumbuhan wirausaha, BNI gelar UMKM Muda Virtual Week Spesial Sumpah Pemuda
Mohammad Yamin, Sumpah Pemuda, dan BPUPKI
Mohammad Yamin memulai karier politiknya saat masih menjadi mahasiswa di Jakarta. Ia bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond dan menyusun ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan pada Kongres Pemuda II. Dalam ikrar tersebut, Mohammad Yamin menetapkan Bahasa Indonesia, yang berasal dari Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional Indonesia.
Dia juga mendesak supaya Bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat persatuan. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi serta bahasa utama dalam kesusasteraan Indonesia.
Dikutip Kompas.com (28/10/2019), pada hari kedua Kongres Pemuda II, menjelang sidang terakhir, Mohammad Yamin membisikkan sesuatu kepada Soegondo Djojopoespito, yang saat itu menjabat Ketua Kongres.
Dia mengatakan, memiliki rumusan keputusan yang elegan dan meminta waktu untuk membacakan sekaligus menerangkannya di hadapan kongres. Rumusan inilah yang saat ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Baca Juga: Mantan menteri olahraga era Orde Baru Abdul Gafur meninggal dunia karena Covid-19
Pada tahun 1945, ia terpilih sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Yamin banyak memainkan peran dan berpendapat agar hak asasi manusia dimasukkan ke dalam konstitusi negara.
Mohammad Yamin juga mengusulkan agar wilayah Indonesia pasca-kemerdekaan, mencakup Sarawak, Sabah,Semenanjung Malaya, Timor Portugis, serta semua wilayah Hindia Belanda. Soekarno yang juga merupakan anggota BPUPKI menyokong ide Yamin tersebut.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955).
Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin: Umur boleh tua, tapi semangat tetap muda
Dia juga pernah menjabat sebagai Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959-1960), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962), Ketua Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri Penerangan (1962-1963).
Pada saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman, Yamin membebaskan tahanan politik yang dipenjara tanpa proses pengadilan. Dia juga mengeluarkan 950 orang tahanan yang dicap komunis atau sosialis tanpa grasi dan remisi.
Kemudian disaat menjabat Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Yamin banyak mendorong pendirian univesitas-universitas negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Di antara perguruan tinggi yang ia dirikan adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.
Selanjutnya: Museum Sumpah Pemuda, lokasi ikrar Sumpah Pemuda yang berawal dari rumah tinggal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News