​Sejarah teh: berawal dari China, menjadi minuman mewah di Eropa

Jumat, 18 Desember 2020 | 10:20 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
​Sejarah teh: berawal dari China, menjadi minuman mewah di Eropa

ILUSTRASI. Ilustrasi teh hijau. REUTERS/Shamil Zhumatov/Illustration


SEJARAH - Teh adalah minuman yang memiliki banyak penggemar di dunia. Beberapa negara juga terkenal memiliki tradisi minum teh yang kuat. Di antaranya Jepang dan Inggris. 

Di Indonesia pun, beberapa daerah juga dikenal memiliki cita rasa teh yang nikmat dan diekspor ke sejumlah negara.  Jenis-jenis teh pun ada bermacam-macam. Seperti teh olong, teh hijau, atau teh hitam. Selain itu, teh juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. 

Lantas, seperti apa sejarah teh di dunia? 

Baca Juga: Sebaiknya Anda hindari, berikut 5 larangan saat haid

Sejarah teh 

Sejarah teh

Dirangkum dari laman Alimentarium, teh pertama kali ditemukan di China pada tahun 2373 SM, oleh Kaisar Shen Nong, bapak pertanian dan kedokteran. Dia berkeliling negara untuk mencari tanaman obat baru.

Suatu hari, karena merasa tidak enak badan, dia memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon. Kaisar Shen Nong pun merasa haus dan merebus air. Beberapa daun dari pohon di sekitarnya jatuh ke dalam cangkir tapi dia tetap meminumnya. 

Dia pun merasakan minuman yang sedikit pahit tapi kaya rasa. Bahkan, setelah tidak sengaja meminumnnya, Kaisar Shen Nong merasa pulih, kemudian teh sebagai minuman yang berkhasiat pun lahir. 

Baca Juga: Usai berhenti merokok, ikuti cara membersihkan paru-paru

Namun, pada waktu itu teh menjadi minuman khusu untuk istana kekaisaran. Lalu, pabad kedua Masehi, para biksu Buddha telah menemukan khasiat teh dan mendorong penanaman serta pengembangan teh secara lebih masif. 

Beberapa abad kemudian, teh menjadi minuman yang populer dan tersedia secara luas. Seni menyajikan dan minum teh berkembang menjadi tradisi dan kedai teh mulai bermunculan. 

Mereka akan memainkan peran sosial yang penting. Reputasi minuman bergengsi ini perlahan-lahan merembes ke luar China. 

Teh sudah diekspor ke Tibet pada abad ke-7 dan kemudian ke Korea. Sekitar waktu ini, Jepang juga mulai menemukan ritual minum teh, namun baru pada abad ke-12 kebiasaan minum teh menyebar dan diterima lebih luas.

Baca Juga: 9 Obat herbal untuk batuk yang bahannya mudah didapat

Tersebar ke Eropa 

Sejarah teh

Di Eropa, teh dibawa oleh para misionaris yang datang ke Asia. Misionaris Belanda pulang membawa teh pada abad ke-17. 

Lalu, beberapa dekade kemudian teh pun menyebar ke seluruh negara Eropa lainnya. Bagi masyarakat Eropa, teh dipersepsikan memiliki pesona eksotis dan berkhasiat obat. 

Berasal dari Timur Jauh, teh melengkapi objek ornamen asal China yang sangat populer di abad ke-18. Hal ini menarik perhatian khususnya bagi kalangan aristokrat atau bangsawan Eropa dan segera menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. 

Teh pun menjadi minuman yang elegan dan berkelas untuk wanita kelas menengah ke atas. Sebagian masyarakat Eropa menganggap teh 'mewah' atau sebagai minuman obat, sehingga jarang dikonsumsi. 

Baca Juga: Menderita hipotensi? Konsumsi makanan untuk darah rendah ini, yuk

Namun, penerimaannya bervariasi dari satu negara ke negara lain. Itu terbukti kurang populer di negara-negara Latin. 

Sebaliknya, masyarakat Inggris mengembangkan minatnya terhadap teh dan dengan cepat menjadi negara peminum teh. 

Seni menyajikan dan minum teh secara bertahap berkembang di seluruh Eropa. Awalnya, terlihat sangat eksotis untuk meminumnya dalam cangkir porselen China yang dibawa kembali ke kapal yang sama dengan teh. 

Selanjutnya, kebiasaan baru muncul pada paruh kedua abad ke-19. Tradisi minum teh sore, yang berasal dari Inggris Raya, menyebar ke seluruh Eropa dan kedai teh dibuka di semua kota besar. 

Kemudian, cara penyajian teh mulai berkembang di Eropa dengan wadah yang mewah. Disebutkan bahwa Louis XIV menyiapkan tehnya di dalam teko yang terbuat dari emas. 

Selanjutnya: 4 Makanan penyebab jerawat ini perlu Anda hindari

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru