Selain bibit dari Cina, bibit teh dari Jepang juga didatangkan untuk ditanam di Indonesia. Bibit teh tersebut kemudian didistribusikan di areal perkebunan antara lain ke Karesidenan Preanger Regentschappen dan Karesidenan Karawang.
Selain penyediaan bibit pohon teh untuk perkebunan yang dikelola pemerintah, ada juga bibit teh yang disediakan untuk perkebunan yang dikelola oleh swasta atau perorangan. Misalnya, Lie Huang Ko membayar 6.000 gulden uang tembaga untuk mendapatkan 50.000 biji teh.
Dikutip dari Kompas.id, pada tahun 1835, produk teh dari nusantara mulai diangkut ke Belanda sebanyak 200 peti dan untuk pertama kalinya diikutkan dalam lelang teh Amsterdam.
Teh asal Jawa ini merupakan teh pertama di luar Cina yang masuk ke pasar Eropa. Sejak saat itu, teh Indonesia mulai dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia dan mengharumkan nama nusantara.
Baca Juga: Anda Mengalami Sariawan? Sembuhkan dengan Obat Alami Ini
Teh termasuk dalam sistem tanam paksa
Sejarah teh di Indonesia juga tidak terlepas dari sistem tanam paksa atau CultuurStelsel. Pada 1830, teh menjadi salah satu tanaman yang wajib ditanam oleh masyarakat melalui politik CultuurStelsel.
Rakyat dipaksa menanam teh di lahan milik sendiri atau sewa dan ketika panen, Belanda akan membelinya.
Sejak saat itu teh telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hingga tahun 1841, luas perkebunan teh di Jawa adalah 2.129 hektar. Lima tahun kemudian, luasnya bertambah menjadi 3.193 hektar.
Baca Juga: Resep 11 jamu tradisional untuk darah tinggi, penurun berat badan, dan lainnya