Apa itu cantrang dan kenapa dilarang?

Selasa, 04 Agustus 2020 | 16:14 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Apa itu cantrang dan kenapa dilarang?

ILUSTRASI. Nelayan merapikan jaring cantrang sebelum melaut di Pelabuhan Perikanan Karangantu, di Serang, Banten, Kamis (18/1).


KEBIJAKAN NEGARA - Beberapa waktu lalu, cantrang kembali ramai jadi perbincangan publik. Pangkalnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo melegalkan cantrang. 

Padahal, di periode Menteri KP Susi Pudjiastuti, alat tangkap ikan tersebut dilarang penggunaannya oleh nelayan. 

Pelegalan cantrang tertuang dalam revisi Peraturan Menteri KP Nomor 86 Tahun 2016 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan dan Peraturan Menteri KP No. 71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI. 

Lantas, apa itu cantrang dan kenapa sempat dilarang?

Baca Juga: Ini tiga aturan era Susi yang 'ditenggelamkan' Edhy Prabowo

Apa itu cantrang?

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), cantrang adalah alat penangkap ikan yang berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek, dan tali selambar panjang.

Cantrang bekerja dengan cara menyapu seluruh dasar lautan, karena cantrang menangkap ikan demersal (ikan dasar). Oleh karena itu, cantrang dianggap berpotensi dapat merusak ekosistem substrat tempat tumbuhnya organisme atau jasad renik yang menjadi makanan ikan dan juga merusak terumbu karang.

Kenapa cantrang dilarang?

Cantrang dilarang karena bisa merusak ekosistem lautan. Hasil tangkapan cantrang didominasi ikan kecil yang harganya pun murah di pasaran.

Baca Juga: Terkait eksportir benih lobster, Menteri Edhy: Siapa yang mendaftar, kami terima 

Menurut data WWF Indonesia, sekitar 60% hingga 82% tangkapan cantrang adalah tangkapan sampingan atau tidak dimanfaatkan. Selain itu, cantrang selama ini telah menimbulkan konflik horizontal antarnelayan.

Konflik penggunaan cantrang sudah berlangsung lama. Bahkan, sampai terjadi pembakaran kapal-kapal cantrang oleh masyarakat.

Dampak penggunaan cantrang

Penggunaan cantrang dapat menyebabkan rusaknya dasar lautan dan ekosistem lautan. Hasil tangkapan cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap semua ukuran biota laut, sehingga akan mengancam keberlanjutan sumberdaya. 

Selain itu, penggunaan cantrang akan terus menimbulkan konflik horizontal dengan nelayan yang tidak menggunakan cantrang.

Kronologis pelarangan cantrang 

Kebijakan pelarangan cantrang sudah dilakukan selama bertahun-tahun dan melalui proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang teruji. 

Pada 1980 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 39/1980 yang menginstruksikan untuk melarang penggunaan jaring trawl

Baca Juga: Susi Pudjiastuti: Saya mohon Pak Presiden dari lubuk hati paling dalam

Kemudian di 1997, cantrang diperbolehkan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal maksimal 5 GT dan mesin maksimal15 PK. Tapi, fakta di lapangan, banyak alat tangkap yang dimodifikasi, sehingga alat penangkapan ikan harus mengacu kepada salah satu kelompok jenis alat lainnya.

Fakta di lapangan juga menunjukan, kapal-kapal cantrang banyak yang melakukan Markdown, dengan ukuran 85 GT. Akibatnya, pada 2015, negara mengalami kerugian mencapai Rp 10,44 triliun.

Kerugian tersebut bersumber dari tiga komponen utama, yaitu kehilangan PNBP sebesar Rp 328,41 miliar, penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk kapal nelayan Rp 280,09 miliar, dan deplesi sumberdaya ikan Rp 9,83 triliun. 

Pada 2015, cantrang dilarang dioperasikan di seluruh WPP RI. Masa tenggang untuk pengalihan ke alat tangkap lainnya diberikan sampai Juli 2017.

Baca Juga: Edhy Prabowo sebut kebijakan cantrang dan lobster untuk kesejahteraan rakyat

Sosialisasi kebijakan pelarangan cantrang sudah dilakukan sejak 2009 kepada perwakilan nelayan Kabupaten Rembang, Pati, Batang, dan Kota Tegal. Sosialisasi dilanjutkan pada 2013, 2015, 2016 dan 2017.

Berdasarkan usulan penggantian cantrang di 2017, terlihat cantrang beroperasi di delapan provinsi, yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatra Utara.

Alternatif yang diberikan pemerintah usai pelarangan cantrang 

Untuk kapal di bawah 10 GT, pemerintah mengganti semuanya dengan alat tangkap ramah lingkungan. Lalu, kapal 10-30 GT, pemerintah membantu fasilitas permodalan dari bank.

Alat tangkap ramah lingkungan yang dapat dijadikan sebagai pengganti cantrang adalah gillnet, bubu lipat untuk ikan dan rajungan, trammel net, rawai dasar, dan handline.

Sedangkan untuk kapal di atas 30 GT, pemerintah menyediakan wilayah pengelolaan penangkapan di Timur dan Barat, yakni Laut Arafura dan Natuna yang dulunya dikuasai nelayan asing secara ilegal. 

Kini, kedua wilayah tersebut sudah bebas dari kapal-kapal ilegal. Sebab, sejak awal Kabinet Kerja, Menteri Kelautan dan Perikanan secara tegas dan konsisten memberantas praktek-praktek kejahatan perikanan (IUUF). 

Pasca tidak ada kapal-kapal ilegal, Perairan Laut Arafura dan Natuna menjadi sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh para pemilik kapal eks Cantrang. Saat ini, sudah banyak kapal-kapal eks cantrang yang telah beralih alat tangkap dan beroperasi di laut Arafura

Baca Juga: Menteri Edhy kembali perbolehkan penggunaan cantrang untuk tangkap ikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru