Lantas, menurut Kiai Wahab para elit politik tidak mau bersatu lantaran mereka saling menyalahkan. Sementara saling menyalahkan itu kan dosa dan dosa itu haram.
Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Sehingga, mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan.
Akhirnya muncul istilah halalbihalal dari Kiai Wahab. Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri saat itu, mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturrahim yang diberi judul halalbihalal.
Para elit politik tersebut akhirnya bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.
Sejak saat itulah istilah halalbihalal gagasan Kiai Wahab lekat dengan tradisi bangsa Indonesia pasca-lebaran hingga kini.
Baca Juga: Saat Lebaran, IDI Sarankan Masyarakat Tahan Diri untuk Tidak Cipika-Cipiki
Makna istilah halalbihalal
Para pakar selama ini tidak menemukan dalam Al-Qur’an atau Hadis sebuah penjelasan tentang halalbihalal. Istilah itu memang khas Indonesia.
Bahkan boleh jadi pengertiannya akan kabur di kalangan bukan bangsa Indonesia, walaupun mungkin yang bersangkutan paham ajaran agama dan bahasa Arab.
Istilah halalbihalal muncul secara historis dan filosofis oleh Kiai Wahab untuk menyatukan bangsa Indonesia yang sedang dilanda konflik saudara sehingga harus menyajikan bungkus baru yang menarik agar mereka mau berkumpul dan menyatu saling maaf-memaafkan.
Jadi, itulah sejarah dan makna istilah halalbihalal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News