​Biografi Bung Tomo, orator pembakar semangat rakyat di pertempuran 10 November 1945

Selasa, 09 November 2021 | 14:34 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
​Biografi Bung Tomo, orator pembakar semangat rakyat di pertempuran 10 November 1945

ILUSTRASI. ?Biografi Bung Tomo, orator pembakar semangat rakyat di pertempuran 10 November 1945.


SEJARAH - Peringatan Hari Pahlawan pada 10 November 2021 tidak lepas dari nama Bung Tomo. Bung Tomo yang bernama asli Sutomo adalah tokoh Pahlawan dalam peristiwa pertempuran 10 November 2021 di Surabaya. 

Bung Tomo berjasa besar terhadap upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yaitu pada saat melawan penjajah yang ingin kembali menjajah Indonesia tepatnya di Kota Surabaya. 

Bung Tomo berhasil menjadi orator dan membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan kembalinya penjajah yang kita kenal dengan pertempuran 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Lantas, seperti apa biografi Bung Tomo? 

Baca Juga: ​Hari Pahlawan 10 November 2021, ini 3 jenis makam pahlawan yang perlu diketahui

Biografi dan sejarah singkat Bung Tomo 

Bung Tomo berasal dari Surabaya. Bung Tomo lahir pada 3 Oktober 1920 di Kampung Blauran, Surabaya. Dirangkum dari laman resmi Perpustakaan Kementerian Sekretariat Negara, ayah Bung Tomo bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. 

Ibu Bung Tomo berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Bung Tomo mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro. 

Bung Tomo suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik. Saat usia 12 tahun, ketika Bung Tomo terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO. 

Ketika itu, Bung Tomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Bung Tomo juga menyelesaikan pendidikan HBS lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.

Di usia muda Bung Tomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Bung Tomo menegaskan, filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. 

Di usia 17 tahun, Bung Tomo menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.

Baca Juga: 5 Pertempuran yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia

 

Karier jurnalisme Bung Tomo 

Bung Tomo memiliki minat pada dunia jurnalisme. Pada 1937, Bung Tomo pernah bekerja sebagai wartawan lepas di Harian Soeara Oemoem di Surabaya. Setahun kemudian, Bung Tomo menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat. 

Pada 1939, Bung Tomo menjadi wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya. 

Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 hingga 1945, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang, Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya. 

Saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, Bung Tomo memberitakannya dalam bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang. Selanjutnya, Bung Tomo menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.

Baca Juga: Peringati hari pahlawan, ini pesan Sri Mulyani

Perjuangan Bung Tomo di Pertempuran Surabaya 10 November 1945 

Pada 19  September 1945  sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya. Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka yakni merah putih biru di atas Hotel Yamato. 

Hal tersebut membuat rakyat Indonesia di Surabaya marah. Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru itu diturunkan. Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang langsung dikibarkan.

Pada Oktober dan November 1945, Bung Tomo menjadi salah satu pemimpin yang sangat penting, karena ia berhasil menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya.

Pada waktu itu, Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk melucuti senjata tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa. 

Baca Juga: Pahlawan generasi milenial

Mayor Jenderal Robert Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan, semua pimpinan dan orang Indonesia bersenjata harus melapor serta meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan.

Tak hanya itu, mereka pun meminta orang Indonesia menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas dengan batas ultimatum pada pukul 06.00 pada 10 November 1945.

Ultimatum tersebut membuat rakyat Surabaya marah hingga terjadi pertempuran 10 November 1945. 

Pada pertempuran di Surabaya, 10 November 1945, Bung Tomo tampil sebagai orator ulung di depan corong radio, membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda. 

Baca Juga: ​Hari Pahlawan 2021, ini sejarah dan harga tiket masuk Tugu Pahlawan

Akhir hidup Bung Tomo dan gelar Pahlawan Nasional

Pada 7 Oktober 1981, Bung Tomo meninggal dunia di Padang Arafah, saat sedang menunaikan ibadah haji. 

Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci yang harus dimakamkan di tanah suci, tapi jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air. 

Jenazah Bung Tomo dimakamkan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.

Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November 2007. 

Gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. 

Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu Muhammad Nuh pada 2 November 2008 di Jakarta.

Selanjutnya: Ini 23 link twibbon Hari Pahlawan 10 November 2021 dan cara menggunakannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru