Selanjutnya, kata "flex" atau flexing menjadi populer pada tahun 2014 berkat No Flex Zone dari Rae Sremmurd yang berarti area untuk orang-orang yang santai, bersikap seperti dirinya sendiri, dan tidak pamer atau pura-pura menjadi pribadi yang berbeda.
Bisa disimpulkan dalam bahasa gaul, orang yang flexing adalah dianggap suka berbohong memiliki banyak kekayaan meski realitanya tidak.
Banyak yang berpendapat bahwa kata flexing adalah orang yang palsu, memalsukan, atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan.
Baca Juga: Punya harta Rp 33 miliar, apa tunggangan Ibas Yudhoyono, anak Presiden SBY?
Poverty screams, but wealth whispers
Rhenald Kasali menandaskan, orang kaya yang sesungguhnya tidak ingin menjadi pusat perhatian. Sebab, ada sebuah pepatah mengatakan poverty screams, but wealth whispers.
"Biasanya, kalau semakin kaya orang-orang justru semakin menghendaki privasi, tidak ingin jadi pusat perhatian," tuturnya. Oleh karena itu, flexing justru, menurutnya, bukan orang kaya yang sesungguhnya.
Bahkan, jika benar-benar tujuannya untuk menarik perhatian, flexing bisa jadi hanya menjadi strategi marketing.
Baca Juga: Artis pamer saldo rekening, aparat pajak siap mengejar
Rhenald mencontohkan kasus First Travel yang sempat heboh beberapa tahun lalu. Si pemilik bisnis sekaligus pelaku sebelumnya sangat sering memamerkan kekayaannya di media sosial.
Semua itu dilakukan juga agar para target pelanggannya percaya untuk menggunakan jasa First Travel. Sebab, terkadang orang menaruh kepercayaan hanya karena melihat kekayaannya.
“Flexing itu ternyata marketing untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kepada customer. Akhirnya, customer percaya dan menaruh uangnya untuk ibadah umrah, walau akhirnya banyak yang tidak berangkat," terangnya.
Itulah penjelasan mengenai flexing adalah sikap pamer dan contohnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News