Perundingan Renville
Meskipun sudah tercapai beberapa persetujuan di Perjanjian Linggarjati, Belanda tetap melanggar perjanjian tersebut.
Belanda melakukan Agresi Militer I secara serentak pada 21 Juli 1947 di kota-kota besar di wilayah RI di Jawa dan Sumatera.
Dunia internasional mengecam tindakan Belanda yang melanggar perjanjian tersebut. PBB kemudian turun tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan masalah ini.
Anggota dari KTN yaitu Australia sebagai wakil Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai wakil Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham).
Perundingan mengenai masalah agresi militer Belanda dilakukan di atas kapal Amerika serikat, USS Renville, pada 17 Januari 1948. Kapal USS Renville pada saat itu sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok.
Delegasi dari Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda memilih seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua.
- Hasil dari perundingan Renville adalah:
- Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS.
- RI memiliki kedudukan sejajar dengan Belanda.
- RI menjadi bagian RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS.
- Tentara Indonesia di daerah Belanda atau daerah kantong harus dipindahkan ke wilayah RI.
Baca Juga: Termometer suhu: Pengertian, jenis, serta skala yang digunakan
Perundingan Roem-Royen
Perundingan untuk mempertahankan kedaulatan NKRI selanjutnya adalah Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini diadakan karena Belanda kembali melanggar perjanjian sebelumnya yaitu Perjanjian Renville.
Belanda melancarkan Agresi Militer II sehingga memaksa Indonesia mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pendirian pemerintahan darurat ini di bawah komando dari Syafruddin Prawiranegara. Belanda kembali mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional karena pelanggaran tersebut.
Karena hal tersebutlah, perundingan kembali diadakan yaitu Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949.
Ketua delegasi dari Indonesia adalah Mr. Moh. Roem, dan wakil dari Belanda diketuai oleh Dr. J.H Van Royen.
Merle Cochran dari UNCI menjadi mediator dari perundingan Roem-Royen ini. Hasil dari Perundingan Roem-Royen adalah:
- Menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama memelihara ketertiban dan keamanan.
- Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta mengikuti Konferensi Meja Bundar yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Baca Juga: Pengertian bilangan berpangkat dan bentuk akar, ini contoh serta operasi hitungnya