​Ernest Douwes Dekker, tokoh Tiga Serangkai yang mendirikan Indiche Partij

Kamis, 29 Oktober 2020 | 15:26 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
​Ernest Douwes Dekker, tokoh Tiga Serangkai yang mendirikan Indiche Partij


SEJARAH - Ernest Francois Eugene Douwes Dekker merupakan seorang yang memiliki darah campuran Belanda, Perancis, Jerman, dan Jawa. 

Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi inilah yang dikenal sebagai salah satu tokoh di dalam tiga serangkai (Danudirja Setiabudi, Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara) yang mendirikan sebuah partai dengan nama Indiche Partij/Partai Hindia.

Selain itu, Douwes Dekker ini adalah penggagas nama “Nusantara” untuk pengganti nama Hindia Belanda. Dirangkum dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ernest Francois Douwes Dekker lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada tanggal 8 Oktober 1879.  

Ia adalah anak kedua dari pasangan Auguste Douwes Dekker dan Luoise Margaretha Neumann. Kakeknya dari pihak ayah, Jan Douwes Dekker adalah kakak dari penulis terkenal Eduard Douwes Dekker atau Multatulli. 

Keluarga Douwes Dekker adalah kreol (Eropa murni yang tinggal di Hindia Belanda). Sementara itu ibunya adalah keturunan campuran Jerman dan Jawa, termasuk dalam golongan Indo-Eropa.  Pada masa remajanya, Douwes Dekker menempuh pendidikan HBS di Batavia. 

Baca Juga: Lagi, AS tuding China coba mencuri penelitian vaksin virus corona dari negara Barat

Biografi Douwes Dekker

Douwes Dekker memulai kariernya sebagai pegawai di perkebunan kopi di Sumber Duren, kaki Gunung Semeru. Pengalamannya bekerja di perkebunan tersebut membuatnya menyaksikan realitas eksploitasi kolonial. 

Douwes Dekker muda yang mengindentifikasikan diri sebagai orang Jawa, merasa terusik dengan keadaan itu dan mengesampingkan status Eropanya untuk membela kelompok pekerja bumiputera.

Douwes Dekker pun diberhentikan lantaran oleh R Jesse, atasannya di perkebunan tersebut, ia dianggap tidak memperhatikan batas yang tepat dalam hubungannya dengan para pekerja. 

Setelah itu, dia menjadi pegawai laboratorium dan lagi-lagi keluar dari pekerjaannya lantaran melihat adanya kecurangan pada pembagian air irigasi antara perkebunan tebu dengan sawah milik penduduk. 

Baca Juga: 5 Tempat wisata Semarang, cocok untuk jalan-jalan di akhir pekan

Pda Februari 1900, Ernest Douwes Dekker bertolak dari Batavia menuju Transvaal, Afrika Selatan.  Bersama beberapa rekannya dari Hindia Belanda seperti J.G Van Ham dan lain-lain, Douwes Dekker berangkat sebeagai sukarelawan ke Afrika Selatan membantu kelompok minoritas yakni leluhurnya, Belanda melawan orang-orang Inggris. 

Pada April 1902 Douwes Dekker dan kawan-kawannya ditahan oleh pemerintah Inggris di Pretoria dan kemudian dipindahkan ke Kolombo, Sri Langka. Tak lama ditahan, ia kembali ke Hindia Belanda dan memulai debutnya dalam dunia politik dan jurnalisme. 

Pada tahun 10-3, Douwes Dekker mulai bergabung dengan redaksi De Loomotif di bawah P Brooscholt yang berpusat di Semarang. Surat kabar ini merupakan salah satu pendukung gagasan Politik Etis. 

Kemudian ia bergabung dengan Soerabaiasch Handelsblad. Lalu, bergabung di Bataviaasch Nieuwsbla, tempat sebelumnya ia pernah menulis opini dan pengalamannya sehubungan dengan Perang Broer  di Afrika Selatan. 

Baca Juga: Bikin heboh, ada wacana sepeda bakal diberikan pelat nomor di Malaysia

Keterlibatan Douwes Dekker dalam redaksi surat kabar terakhir inilah yang terpenting dalam perjalanan karir intelektual dan politiknya. Secara umum idealisme dan gagasannya bersesuaian dengan Karel Zallbergh, pemimpin Bataviaasch Nieuwsblad yang menjadi kawan dekat dan mentornya. 

Sikap anti-kolonial Douwes Dekker terlihat terutama melalu tulisannya, “ Hoe kan Holland he Spoedigst zijn Kolonial verliezen? (Bagaimana cara Belanda cepat-cepat melepaskan jajahannya?) yang dimuat dalam Niuewe Arahemsche Courant pada bulan Juli 1908.

Ia mempersoalkan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dan menyatakan bahwa Politik Etis atau modernisasi bukanlah cara tepat untuk memperkuat loyalitas koloni Hindia. Yang lebih tepat ialah membebaskannya, atau dengan menciptakan pemerintahan sendiri oleh rakyat Hindia.

Gagasan tersebut sangatlah radikal dalam konteks Hindia Belanda waktu itu.

Baca Juga: Negara ini ingin kemerdekaan penuh dari Inggris tahun depan

Pendirian Indische Partij

Pada 6 September 1912, ia mendirikan Indische Partij di Bandung yang merupakan organisasi politik. 

Dengan semboyan Indie voor Indies (Hindia Belanda orang-orang Indies) partai ini terbuka untuk indo-Eropa, Indonesia, dan Tionghoa. 

Mereka berjuang bersama-sama untuk kemerdekaan Hindia Belanda. Douwes Dekker mengusung reformasi politik pertanian dan perpajakan serta perombakan di bidang pelayanan administrasi sebagai salah satu program partai. 

Untuk itu, Douwes Dekker dicap sebagai agitator berbahaya dan diawasi oleh pemerintah Hindia Belanda lantaran menolak diskriminasi. 

Baca Juga: Belajar dari Batavia Hadapi Flu Spanyol

Tahun 1913 asas dasar Indische Partij tidak diterima oleh Gubernur Jenderal Belanda di Hindia Belanda dan Indische Partij dilarang oleh pemerintahan kolonial Belanda. 

Para pengikut Indische Partij juga bergabung dalam Isulinde, yaitu suatu organisasi orang Indo yang didirikan pada tahun 1907. Pada tahun 1919, Nationale Indische Partij didirikan sebagai pengganti Isulinde. 

Ide mengenai kerja sama antar golongan masyarakat di Hindia Belanda berkembang pada awal ke-20, meskipun akhirnya tidak berhasil karena terjadi perpecahan antara kaum bumiputera dan kaum Eropa serta kaum Indo.

Indische Partij lalu berganti nama menjadi Nationale Indische Partij dan dibubarkan pada Mei 1923. 

Selanjutnya: Mengenal PMI dan sejarahnya sejak zaman Belanda

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru