Plus minus
Plus:
- Dana dikelola manajer investasi yang mendapat izin dari OJK. Sebagai pengelola yang profesional, MI akan mengembang-biakkan dana kelolaan. Jadi, investor tidak repot menghabiskan waktu memikirkan strategi investasi. Meski begitu, investor harus pandai-pandai memilih MI dengan rekam jejak bagus.
- Dana relatif aman, sebab MI tidak bisa sembarangan menggunakan duit investor. Uang yang terkumpul atau disebut dana kelolaan disimpan di tempat lain, yaitu bank kustodian.
- Diversifikasi aset. Dengan kumpulan dana masyarakat yang jumbo, manajer investasi leluasa menempatkan dana di berbagai aset. Artinya, investor bisa berinvestasi di berbagai aset walau hanya menyetor ratusan ribu rupiah. Berbeda halnya jika membeli langsung saham atau obligasi, investor harus merogoh kocek relatif besar.
- Proses administrasi pencairan reksadana terbilang gampang. Investor dapat melakukan redemption setiap hari kerja. MI wajib membeli kembali unit penyertaan yang dijual investor dan membayarkannya maksimal T+7 atau tujuh hari bursa.
Minus:
- Risiko nilai aset stagnan atau bahkan turun. Ini sesuai prinsip low risk, low return; high risk, high return. Arti sederhananya, semakin besar potensi keuntungan, makin tinggi pula risikonya.
- Risiko wanprestasi atau kegagalan investasi. Ini bisa terjadi, misalnya ketika penerbit obligasi yang menjadi aset dasar reksadana gagal membayar kembali utangnya. Efeknya, harga NAB reksadana bakal nyungsep.
- Berbeda dengan deposito atau tabungan yang dijamin LPS, dana investasi reksadana tidak dijamin regulator. Jadi, investor harus mencermati rekam jejak manajer investasi dan prospektus penawaran produk reksadana.
- Risiko sulit mencairkan dana. Kesulitan semacam ini mungkin terjadi dalam kondisi ekonomi tidak normal. Ketika investor reksadana kompak menarik dana pada satu produk reksadana, manajer investasi pasti bakal kelimpungan.
Editor: Dupla Kartini