Modal enteng berinvestasi reksadana

Jumat, 12 Mei 2017 | 10:20 WIB   Reporter: Dupla Kartini
Modal enteng berinvestasi reksadana


Hanya punya modal mini, bukan berarti Anda tak bisa mengecap manisnya investasi di pasar modal. Ada alternatif investasi dengan modal relatif enteng, yakni reksadana. Apa itu reksadana dan bagaimana peluang cuannya?

Apa itu reksadana

Mengacu UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksadana adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam efek tertentu.

Gampangnya, reksadana semacam wadah berisi kumpulan duit masyarakat yang dikelola pihak tertentu agar menghasilkan cuan.

Berdasarkan aturan OJK, sebuah produk reksadana baru boleh terbit asalkan sudah mengumpulkan dana minimal Rp 25 miliar. Nah, dana masyarakat yang terkumpul dibelikan atau diinvestasikan pada efek tertentu. Efek tersebut bisa produk pasar modal (saham, obligasi) atau produk perbankan (deposito, SBI).

Si pengelola duit reksadana dinamai manajer investasi. Inilah bedanya investasi saham dengan reksadana. Saat membeli saham, investor mengeksekusi langsung instrumen itu di pasar modal. Sedangkan pada reksadana, pembelian instrumen pasar modal itu menggunakan jasa pihak lain, yaitu manajer investasi. Namun, untuk jasa-jasanya itu, investor dikutip biaya manajer investasi sekitar 0,75%-3% per tahun.

Agar terjangkau investor ritel, manajer investasi umumnya menawarkan produk reksadana dengan modal relatif enteng, mulai dari Rp 100.000.

Investor dikutip ongkos (fee) untuk setiap transaksi beli (subscription) dan jual (redemption). Besaran fee tergantung masing-masing manajer investasi. Ongkos beli saat ini berkisar 0%-3% dari total nilai investasi.

Cara kerja reksadana

Ketika membeli reksadana, artinya investor membeli lembaran-lembaran yang diterbitkan sebuah reksadana atau disebut unit penyertaan (UP). Total unit yang diterbitkan sebuah reksadana disebut outstanding UP.

Ingat, UP merupakan satuan yang menunjukkan kepemilikan pada sebuah reksadana. Jadi, semakin banyak unit yang dimiliki, semakin besar pula investasi pada sebuah reksadana.

Sementara, harga reksadana menggunakan istilah nilai aktiva bersih (NAB). Perhitungan harga NAB berasal dari total dana kelolaan berbanding total unit penyertaan. NAB= NAB total/outstanding UP

Saat ditawarkan perdana, harga reksadana dipatok Rp 1.000 per unit penyertaan. Namun, NAB bisa berubah-ubah, karena efek dari aktivitas beli (subscription) dan jual (redemption) oleh investor, serta pertumbuhan nilai aset reksadana.

Apabila pasar saham atau obligasi sedang bagus, maka harga aset sebuah reksadana naik. Otomatis NAB reksadana ikut naik. Sebaliknya, jika harga aset dasar menyusut, NAB reksadana yang bersangkutan ikutan minus. Konsekuensinya, kalau investor membeli reksadana bukan pada penawaran perdana, harga yang didapat tidak lagi Rp 1.000 per unit, melainkan sesuai NAB pada hari pembelian.

Harga NAB yang lebih murah bukan berarti lebih baik dibandingkan NAB yang lebih mahal. Demikian pula sebaliknya. Seberapa bagus kinerja reksadana justru dihitung dari persentase naik/turun NAB per unit dalam periode tertentu.


Varian reksadana

Ada banyak jenis reksadana tergantung aset dasarnya. Jika didasarkan pada mekanisme jual/belinya, reksadana terbagi dua, yaitu reksadana terbuka (open end) dan reksadana tertutup (closed end fund).

Bedanya, reksadana terbuka tidak dapat dijual kembali kepada manajer investasi. UP hanya dapat dijual kembali kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Sedangkan, reksadana terbuka bisa dibeli/dijual sewaktu-waktu.

Berikut empat jenis reksadana yang termasuk reksadana terbuka yang relatif bisa terjangkau oleh investor kelas ritel:

1. Reksadana pasar uang
Seluruh aset dasar jenis reksadana ini diputar pada instrumen pasar uang atau efek bersifat utang dengan masa jatuh tempo kurang dari setahun. Antara lain deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN).

Ada kemungkinan imbal hasil reksadana pasar uang minus. Namun, potensi anjlok sangat kecil. Sebab, nilai efek di pasar uang (SBI, deposito, dan SPN) yang berjangka pendek tidak banyak bergerak. Sepadan dengan risiko yang sangat rendah, return yang dihasilkan pun terbatas. Namun, return produk ini tetap bisa lebih tinggi dibanding bunga deposito.

2. Reksadana saham
Sesuai namanya, aset dasar utama reksadana saham adalah instrumen saham. Minimal 80% dana kelolaan wajib dibelikan instrumen saham. Sisanya bisa ditempatkan di instrumen utang dan pasar uang. Jenis reksadana ini paling berpotensi memberikan imbal hasil tertinggi. Keuntungan yang tinggi didapat dari selisih antara harga jual dengan harga beli saham (capital gain). Keuntungan lain didapat apabila perusahaan penerbit saham membagi dividen.

3. Reksadana pendapatan tetap
Minimal 80% dana kelolaan wajib diinvestasikan pada surat utang alias obligasi jangka panjang. Sisanya, bisa diputar di pasar uang.

Meski namanya pendapatan tetap, tidak berarti reksadana ini menjanjikan imbal hasil tetap seperti deposito. Yang dimaksud pendapatan tetap lebih mengacu pada jenis aset dasarnya yang memberikan hasil tetap, seperti bunga deposito, atau kupon obligasi.

Reksadana ini tergolong berisiko sedang, memang tidak setinggi reksadana saham, namun tidak seringan risiko reksadana pasar uang. Dus, imbal hasil  yang bisa didapat biasanya tidak lebih besar daripada reksadana saham, namun bisa sedikit di atas return reksadana pasar uang

4. Reksadana campuran
Jeroan reksadana ini bisa terdiri dari saham, obligasi dan instrumen pasar uang. Pengaturan porsi setiap jenis aset dasar paling fleksibel.

Jadi, investor berkesempatan mendapat imbal hasil dari berbagai macam instrumen investasi, baik saham, obligasi maupun deposito. Makanya, tingkat keuntungan yang biasanya dihasilkan reksadana campuran bisa lebih tinggi dibandingkan reksadana pasar uang dan pendapatan tetap.


Plus minus
Plus:

  • Dana dikelola manajer investasi yang mendapat izin dari OJK. Sebagai pengelola yang profesional, MI akan mengembang-biakkan dana kelolaan. Jadi, investor tidak  repot menghabiskan waktu memikirkan strategi investasi. Meski begitu, investor harus pandai-pandai memilih MI dengan rekam jejak bagus.
  • Dana relatif aman, sebab MI tidak bisa sembarangan menggunakan duit investor. Uang yang terkumpul atau disebut dana kelolaan disimpan di tempat lain, yaitu bank kustodian.
  • Diversifikasi aset. Dengan kumpulan dana masyarakat yang jumbo, manajer investasi leluasa menempatkan dana di berbagai aset. Artinya, investor bisa berinvestasi di berbagai aset walau hanya menyetor ratusan ribu rupiah. Berbeda halnya jika membeli langsung saham atau obligasi, investor harus merogoh kocek relatif besar.
  • Proses administrasi pencairan reksadana terbilang gampang. Investor dapat melakukan redemption setiap hari kerja. MI wajib membeli kembali unit penyertaan yang dijual investor dan membayarkannya maksimal T+7 atau tujuh hari bursa.

Minus:

  • Risiko nilai aset stagnan atau bahkan turun. Ini sesuai prinsip low risk, low return; high risk, high return. Arti sederhananya, semakin besar potensi keuntungan, makin tinggi pula risikonya.
  • Risiko wanprestasi atau kegagalan investasi. Ini bisa terjadi, misalnya ketika penerbit obligasi yang menjadi aset dasar reksadana gagal membayar kembali utangnya. Efeknya, harga NAB reksadana bakal nyungsep.
  • Berbeda dengan deposito atau tabungan yang dijamin LPS, dana investasi reksadana tidak dijamin regulator. Jadi, investor harus mencermati rekam jejak manajer investasi dan prospektus penawaran produk reksadana.
  • Risiko sulit mencairkan dana. Kesulitan semacam ini mungkin terjadi dalam kondisi ekonomi tidak normal. Ketika investor reksadana kompak menarik dana pada satu produk reksadana, manajer investasi pasti bakal kelimpungan.  


Simulasi investasi 

Pada 2 Januari 2016, Anda membeli Reksadana AXY yang dijual perdana oleh manajer investasi bernama PT Ciamik Aset Manajemen. Ketika itu, Anda menyetor duit Rp 1 juta.

Lantaran harga awal alias NAB senilai Rp 1.000 per unit penyertaan, dan si MI mematok fee pembelian sebesar 1% dari NAB, maka Anda bisa mengantongi sekitar 990 unit. 

Jumlah UP: Nilai investasi/NAB (1+fee)
= 1.000.000/(1.000+1%)
= 990 unit

Setahun kemudian, 2 Januari 2017, Anda membeli lagi reksadana tersebut alias top up. Uang yang disetor sama seperti pembelian perdana, yaitu Rp 1 juta. Tapi, karena harga NAB sudah naik jadi Rp 1.300 per unit. Anda hanya bisa mendapat sekitar 761 unit.

Jumlah UP: Nilai investasi/NAB (1+fee)
= 1.000.000/(1.300+1%)
= 1.000.000/1.313
= 761 unit

Taruh kata, pada 1 Mei 2017, Anda memutuskan menjual kembali (redemption) seluruh unit penyertaan (UP) Reksadana AXY. Pada saat itu, NAB sudah naik menjadi Rp 1.500 per unit. MI mengutip biaya penjualan sebesar 2%. Apakah Anda mendapat cuan atau justru malah buntung? Yuk, kita hitung!

Nilai Redemption = Total UP x NAB akhir (1-fee)
= (990 + 761) x 1.500 (1-2%)
= 1.751 x 1.470
= 2.573.970

Keuntungan investasi = Nilai redemption - Modal investasi
 = Rp 2.573.970 - Rp 2.000.000
 = Rp 573.970

Jadi, dengan menyetor modal senilai Rp 2 juta dalam waktu 1,5 tahun, Anda mendapatkan cuan sekitar Rp 573.000 atau setara 28,65% dari total duit yang diinvestasikan. Tentu ini dengan simulasi kenaikan NAB yang cukup bagus selama 1,5 tahun.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 5 6 Tampilkan Semua
Editor: Dupla Kartini
Terbaru