Pajak boleh intip 'rahasia' nasabah

Jumat, 19 Mei 2017 | 09:40 WIB   Reporter: Dupla Kartini
Pajak boleh intip 'rahasia' nasabah


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa mengintip jejak keuangan Anda di bank maupun lembaga keuangan lainnya. Sebab, otoritas pajak kini punya payung hukum, Perppu No.1/2017, untuk mengakses informasi finansial. Simak konsekuensi aturan anyar itu bagi nasabah dan lembaga keuangan.

Transparansi data nasabah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kini berhak mengakses informasi nasabah lembaga keuangan. Otoritas pajak punya dasar hukum untuk melakukannya seiring terbitnya Perppu No.1 Tahun 2017. Beleid yang mengatur soal akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan ini, resmi berlaku pada 8 Mei 2017.

Merujuk Perppu, DJP punya akses mendapatkan informasi finansial dari lembaga keuangan, baik secara otomatis (berkala) maupun atas permintaan untuk kepentingan perpajakan domestik dan perjanjian internasional.

Artinya, DJP bisa memelototi informasi keuangan setiap warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) yang berada di dalam negeri. Misi utamanya, untuk mengungkap kepatuhan para wajib pajak. Termasuk, mengintip dana para deposan yang disimpan di luar negeri.

Konsekuensi lainnya, ada kewajiban bagi lembaga keuangan untuk menyampaikan laporan secara berkala maupun saat diminta secara khusus oleh DJP.

Transparansi data nasabah merupakan bagian dari komitmen pelaksanaan perjanjian pertukaran informasi keuangan otomatis dengan negara lain atau Automatic Exhange of Financial Account Information (AEoFAI). Perjanjian ini melibatkan lebih dari 100 negara dan diterapkan berkala 2017-2018. Salah satu tujuannya, untuk mencegah penghindaran kewajiban pajak.

Itu sebabnya, pemerintah wajib membuat aturan terkait akses data keuangan. Sebab, jika tidak, Indonesia bisa dinyatakan gagal memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan. Efeknya, kredibilitas Indonesia sebagai negara G20 bisa turun, kepercayaan investor menipis, serta menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.

Instansi wajib transparansi

Instansi yang wajib menyampaikan informasi keuangan nasabah kepada DJP, terbagi tiga kategori:

1. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di bidang perbankan, pasar modal, perasuransian.

2. LJK lain di bawah pengawasan OJK, selain bank, pasar modal dan asuransi.

3. Pengelola akun keuangan (financial account), antara lain perseroan terbatas, yayasan, atau non-badan hukum yang menjalankan usaha sebagai lembaga kustodian, lembaga simpanan, perusahaan asuransi, dan investasi.

Informasi yang dibuka

Ditjen Pajak berhak mengakses data nasabah di lembaga keuangan dengan dua cara:

1. Laporan otomatis (tanpa didahului permintaan dari Ditjen Pajak). Lembaga keuangan wajib melaporkan secara periodik informasi nasabah.

Laporan memuat identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

Untuk pertukaran data informasi keuangan internasional, batas saldo yang wajib dilaporkan secara otomatis senilai US$ 250.000. Sedangkan, batas saldo rekening (perbankan dan asuransi) yang wajib dilaporkan otomatis untuk kepentingan perpajakan domestik senilai Rp 500 juta.

2. Selain laporan berkala, lembaga keuangan wajib memberikan informasi, bukti atau keterangan terkait nasabah yang diminta DJP secara khusus.

Namun, khusus kepentingan perjanjian internasional, ada instansi yang tidak wajib lapor. Pengecualian berlaku bagi instansi pemerintah, organisasi internasional, bank sentral, dana pensiun dari instansi pemerintah, penerbit kartu kredit berkualifikasi khusus, Kontrak Investasi Koletif (KIK) yang dikecualikan, dan entitas yang berisiko rendah dijadikan wadah penghindaran pajak.

Nantinya, tata cara pelaporan, tata cara permintaan informasi, dan prosedur identifikasi rekening akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan.

Tenggat laporan perdana

Merujuk Perppu No.1/2017, ada dua cara pelaporan informasi otomatis (berkala):

1. Untuk LJK (bank, pasar modal, asuransi) melaporkan secara elektronik melalui OJK.

2. Untuk LJK lainnya dan entitas lain melaporkan secara non elektronik langsung ke DJP (sepanjang mekanisme elektronik belum tersedia).

Lantaran kewajiban ini mulai berlaku sejak Perppu diterbitkan 8 Mei 2017, maka DJP menetapkan tenggat waktu untuk laporan perdana:

1. Untuk kebutuhan perpajakan domestik. Seluruh entitas harus melaporkan informasi berkala paling lambat per 30 April 2018.

2. Untuk kebutuhan perjanjian internasional: Pelaporan dari LJK (bank, pasar modal, asuransi) kepada OJK paling lambat 1 Agustus 2018. Lalu, penyerahan dari OJK kepada DJP maksimal pada 31 Agustus 2018. Sedangkan, pelaporan dari LJK lainnya dan entitas lain kepada DJP paling lambat 30 April 2018.

Jaminan hukum & sanksi

Pimpinan dan pegawai Kementerian Keuangan dan OJK yang mengakses data dan melakukan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.

Pimpinan dan pegawai lembaga keuangan (LK) yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan juga tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.

Sebaliknya, bagi lembaga keuangan, pegawai dan pimpinan LK yang tidak menyampaikan laporan, melanggar prosedur identifikasi rekening keuangan dan tidak memberikan informasi maupun bukti yang diminta DJP, akan dijatuhi sanksi. Rinciannya:

- Sanksi berupa denda maksimal Rp 1 miliar bagi lembaga keuangan.

- Pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar bagi pimpinan/pegawai LK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 4 5 6 Tampilkan Semua
Editor: Dupla Kartini
Terbaru